Gadis kecil itu terseok-seok menuntun sepeda mini miliknya.
Sandal yang ia pakai tinggal sebelah. Sesekali tampak meringis bila kaki
kecilnya mengincak kerikil tajam. Matanya berkaca. Sudah hampir tumpah.
Bibirnya bergetar. Tak tahan lagi menahan tangis. Ada kelegaan di sepasang
matanya ketika pintu bercat putih itu sudah terlihat. Pintu rumahnya.
Langkahnya semakin cepat. Dan tepat di depan pintu rumah itu, dia meletakkan
begitu saja sepedanya. Mendorong pintu dengan tergesa. Dan mulai memanggil
ibunya. Menangis.
Sang ibu yang tengah memasak tergesa mendatangi putrinya.
Khawatir bukan buatan mendengar gadis kecilnya menangis. Segera dipeluknya
gadisnya yang manis. Menanyakan mengapa pula tangis itu mesti tumpah? Lantas
gadis kecil pun mulai bercerita di dalam pelukan ibunya yang hangat. Setengah
terisak dia menunjukkan luka pada lutut dan sikunya. Tadi jatuh di dekat sungai
saat bersepeda. Sandal merah bergambar Mickey Mouse kesayangannya jatuh lalu
hanyut di sungai.
Sang ibu melepaskan pelukannya. Beranjak mengambil obat
merah di kotak P3K. Dan tanpa berkata mulai membersihkan luka gadis kecilnya.
Setelah yakin bahwa sudah tak ada kotoran yang menempel, lantas obat merah pun
diteteskan di atas lukanya. Gadis kecil itu meringis. Ibu tersenyum dan
mengusap sisa-sisa air mata di pipi gadis kecil.
“ Sudah, tidak usah menangis lagi. Esok lusa, lukanya pasti
sembuh.”
***
Gadis itu memeluk tubuhnya sendiri erat-erat. Berjalan cepat
melintasi jalanan menuju rumahnya. Matanya berkaca. Sudah hampir tumpah.
Bibirnya bergetar. Tak kuasa lagi menahan tangis. Ada kelegaan di sepasang
matanya ketika pintu bercat putih itu terlihat. Pintu rumahnya. Langkahnya
semakin cepat. Tepat di depan pintu bercat putih itu air matanya jatuh. Ia mendorong
pintu dengan tergesa dan memanggil-manggil ibunya. Tangisnya pecah sudah. Tak
ada lagi tabu di rumah itu. Dia boleh menangis.
Tapi ibunya tak kunjung muncul dari dapur seperti biasanya. Tak
ada pelukan. Tak ada usapan di pipi. Tak ada senyuman. Tak ada siapa-siapa. Lengang.
Gadis itu makin terisak. Meringkuk memeluk lutut di atas lantai yang dingin. Sendiri.
Ada luka yang ingin ia tunjukkan. Luka yang dalam. Luka yang lebih menyakitkan
daripada tergores batu di tepi sungai. Ada
kisah tentang luka itu yang ingin ia ceritakan. Kisah yang lebih memilukan dibanding
hilangnya sandal Mickey Mouse kesayangan. Pada ibunya. Pada kawan ceritanya. Ada
peluk yang ia harapkan. Ada usapan yang menenangkan. Ada senyuman yang ia
rindukan. Ada suara yang ingin ia dengarkan,
“ Sudah, tidak usah menangis lagi. Esok lusa, lukanya pasti
sembuh.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar