you don't need to climb a mountain to know that it's high
[ Paulo Coelho ]
[ Paulo Coelho ]
SUMMIT ATTACK!
Tibalah saatnya kami berada di batas vegetasi Gunung Semeru.
Dimana kini kami harus terus menatap pasir dan batu. Tak ada pohon dan rumput
apalagi danau. Dan perjuangan yang sesungguhnya pun baru akan dimulai.
Tak pernah mudah melewati track yang berpasir dan berbatu
seperti itu. Naik 3 langkah, turun 2 langkah. Melorot. Apalagi kami dilarang menginjak batu. Kami
pun benar-benar memilih dan memilah apa yang akan kami injak. Dan harus selalu
waspada bila ada yang meneriakkan batu/rock dari atas. Sudah menjadi semacam
aturan tak tertulis di Semeru bila ada yang menginjak batu kemudian batu itu
menggelinding ke bawah maka dia wajib memperingatkan yang berada di bawah
dengan berteriak batu/rock. Yang melihat dan mendengarnya pun demikian adanya,
meneruskan memperingatkan ke bawah sambil melindungi diri.
Hari masih gelap. Kami bertujuh bersama ratusan pendaki
berjalan dan bahkan merangkak di atas pasir Semeru. Merangkak? Ya, kami
merangkak layaknya Spiderman yang sedang berjalan menempel di dinding bangunan.
Sebab ternyata dengan merangkak ternyata lebih cepat dan lebih mudah daripada
berjalan.
Kami merangkak dan terus merangkak. Hingga terdengar suara
teriakan bersahutan ‘batu’. Aku pun melongok ke atas, tak melihat apa pun tapi
tetap berusaha melindungi diri dengan melompat ke arah kanan dan menutupi
kepala dengan kedua tangan. Teza sepertinya sempat melihat si batu
menggelinding itu. Lumayan besar katanya. Huffff.... Setelah deg-degannya
selesai kami pun lanjut merangkak. Mendengar kabar dari atas bahwa ada yang
terluka terkena batu dan baru di perban. Di perban? Berarti lukanya cukup
besar. Entah benar atau tidaknya namun hal itu cukup membuatku merinding
mendengarnya. Ya Allah, lindungi kami semua....
Teza dan Teh Nadia merangkak |
Tidak berapa lama, semburat sang fajar mulai nampak. Cahaya
mulai menerangi sehingga kami bisa melihat pasir dan batu dengan jelas.
Headlamp pun dimatikan. Kami meyakini waktu Subuh sudah tiba, maka kami sepakat
untuk sholat terlebih dahulu sebelum meneruskan pendakian. Kami memilih tempat
yang berada di pinggir, agar tak mengganggu pendaki yang lain. Dengan
menggunakan pasir Semeru kami bertayamum. Duduk di pasir, kami pun sholat
Subuh. Istimewa sekali sholat subuh kala itu. Berada di ketinggian diatas 3000
mdpl, duduk di atas gunung pasir beratapkan langit, merasakan desau angin
fajar, syahdu sekali.
sesaat setelah sholat subuh |
moment sebelum berpisah :'( |
Akhirnya aku dan Mas David pun berjalan. Setengah jam selanjutnya
aku masih memiliki energi yang cukup untuk berjalan dan merangkak layaknya
sebelumnya. Setengah jam selanjutnya aku sudah mulai lelah, benar-benar lelah.
Batas waktu yang ditentukan dan minimnya waktu istirahat yang ditoleransi Mas
David membuatku tak bisa bersantai-santai lama. Jalan dan terus berjalan.
Merangkak dan terus merangkak. Dan 15 menit terakhir adalah waktu yang
benar-benar menguras energi fisik, otak juga hati. Terhitung 6 jam lebih kami
berjalan sejak dari Kalimati tengah malam tadi, jelas saja lelah itu ada dalam
kami. Namun begitu, otakku terus melogika bahwa banyak sekali orang bisa sampai
sana, Mahameru, maka aku pun akan bisa bila diusahakan. Dan dalam keadaan
demikian, hati manusia terkadang tak lantas memberi dukungan kepada salah
satunya, fisik atau otak. Maka di 15 menit terakhir itu frustasi dan putus asa
menjadi tipis sekali batasnya.
Para pendaki yang kami jumpai berkata puncak sebentar lagi. Sudah
mau pingsan saja rasanya. Tapi toh aku terseok-seok masih berjalan. Dengan
sisa-sisa energi yang kumiliki dibantu dengan sedikit paksaan dari Mas David,
sampailah aku di batu terakhir dimana dibaliknya adalah puncak Semeru,
Mahameru.
Allahuakbar! Subhanallah! Aku pun langsung menjatuhkan diri.
Tergeletak di tanah. Minim energi. Saat itulah Mas David berkata, “ Jam 7:30
kita turun”. Aku melihat jam tanganku. 7:15. What?? Pingsan aja deh pengennya
-_-
Aku tahu, sepenuhnya tahu, tujuan Mas David tak buruk. Dia
tidak mau kami membuat kawan-kawan kami yang dibawah menunggu terlalu lama. Iya,
aku paham.
15 menit yang berharga tak mau kusiakan. Aku pun beranjak
dari tanah. Masih terseok mengumpulkan ceceran energi yang tersisa.
Mengabadikan yang ada disana, di 3676 mdpl, tanah tertinggi Pulau Jawa.
07:30 tepat aku menghentikan semua aktifitas memotretku. Aku
melihat sekeliling mencari Mas David. Banyaknya orang yang berada di puncak
membuatku sulit menemukannya. Akhirnya kuputuskan untuk menunggu Mas David di
ujung jalan turun. Beberapa menit kemudian datanglah Mas David. Ketiduran
katanya heuuu -_-. Kami duduk sejenak melihat apa yang terlihat dari atas.
Kalau kukatakan sejenak bersama Mas David, itu sejenak yang sesungguhnya. Sebab
tentu saja si tangguh itu takkan berlama-lama bersantai. Dan kemudian, kami pun
turun. Selamat tinggal Mahameru. Sampai bertemu lagi di hari ketika tak hanya 15 menit yang kumiliki, di hari ketika aku bisa berdiri bersama sahabatku. Disini, di 3676 mdpl, Mahameru.
puncak Semeru, Mahameru |
in memoriam Soe Hok Gie & Idhan Lubis |
:')
BalasHapus