Rabu, 15 Januari 2020

Lombok, Untuk Mengenang dan Membuat Kenangan



Adeng-adeng ente betete
Laun belah jembung batu
Adeng-adeng ente bepesek
Laun terengah isik aku
~pantun (Sasak)

[ L O M B O K, 2 0 1 9 ]

Pantun di atas adalah salah satu yang tersisa dari ingatan ketika masih bersekolah di Lombok, pulau kecil nan eksotik yang menyimpan banyak kenangan untukku. Alhamdulillah September 2019 berkesempatan mengunjungi kembali Pulau Lombok. Kali ini bersama suami.

Tidak banyak yang mampu ku ingat. Tapi ternyata banyak yang masih mengingatku, mengingat masa kecilku. Mbak Kiki, anaknya Bu Guru Rusmini, begitu yang tinggal di ingatan mereka. Mengunjungi beberapa teman mendiang Ibu dan tempat yang dulu sering kusinggahi perlahan memunculkan memori masa kecil yang samar-samar. Ah, tempat itu sudah banyak berubah.

[ S A D E ]


Sade. Desa dengan penduduk asli Suku Sasak adalah destinasi yang paling ingin kukunjungi kali ini. Aku ingin melihat secara langsung bagaimana kebudayaan Suku Sasak, tak hanya sekadar bisa bahasanya.

Berlokasi di Kabupaten Lombok Tengah, Desa Sade mudah dijumpai karena berada di tepi jalan raya dengan bangunan rumah-rumah yang bentuknya khas. Memasuki gapura Desa Sade kami disambut guide dari desa setempat. Pada saat kami datang, Sade sedang sepi. Belakangan kami tahu dari cerita mas guide kalau sebagian penduduknya sedang melakukan ‘memare made’ (semoga tidak salah ingat istilahnya), sebuah adat yang dilakukan rutin satu tahun sekali. Memare made adalah kegiatan semacam piknik untuk me-refresh jiwa dan raga, lahir dan batin dengan menginap di pantai Kuta. Mas guide (~terlalu asyik mengobrol sampai kami bahkan lupa menanyakan siapa nama guide kami waktu itu) memaparkan sejarah singkat Desa Sade dan beberapa  hal lain sebelum mengajak kami berkeliling.

Desa Sade memiliki bangunan rumah tradisional sebanyak 150 dengan satu kepala keluarga di tiap rumah. Rumah-rumah di Sade memiliki bentuk dan tata ruang yang serupa. Rumah dibuat dengan kerangka kayu, berdinding anyaman bambu, beratap alang-alang kering, dan berlantai tanah liat yang dipadatkan. Hal unik dari perawatan rumah di Sade adalah lantai dipel dengan menggunakan kotoran kerbau. Jangan dibayangkan lantainya akan bau kotoran ya, karena sama sekali tidak tercium bau kotoran saat kami memasuki rumah. Mengapa harus memakai kotoran kerbau? Kotoran kerbau dipercaya dapat menghilangkan debu, membuat lantai lebih halus, mengusir serangga serta menjaga rumah tetap hangat saat cuaca dingin dan tetap sejuk ketika cuaca panas.

rumah tradisional

Tata ruang rumah di Sade pun serupa benar. Begitu membuka pintu, akan dijumpai sebuah ruangan yang biasa digunakan untuk tidur kaum lelaki penghuni rumah. Terpisah sedikit lebih ke atas terdapat dapur dan tepat di sebelah dapur terdapat sebuah ruangan yang difungsikan sebagai kamar anak gadis dari keluarga di rumah tersebut. 

bagian dalam rumah





Anak gadis dijaga benar, diberi tempat paling dalam di rumah. Meski begitu, tetap saja anak gadis akan dicuri/diculik. Dalam adat Sasak dikenal istilah ‘kawin lari’ yaitu ketika laki-laki dan perempuan saling mencintai serta bersedia untuk menikah maka sang perempuan harus diculik/dibawa lari terlebih dahulu oleh sang laki-laki dan diinapkan di rumah keluarga/kerabat pihak laki-laki. Bila telah diculik/dibawa lari , maka wajib hukumnya  untuk menikahkan keduanya. Pernikahan biasanya dilakukan antar penduduk Desa Sade itu sendiri. Maka boleh dikatakan penduduk Sade semuanya bersaudara.

Meneruskan berkeliling mas guide menunjuk sebuah pohon tanpa daun dan menceritakan bahwa pohon itu bernama pohon cinta. Katanya, pohon itu sering dijadikan meeting point laki-laki dan perempuan Desa Sade yang sedang dimabuk asmara. Entah kenapa mas guide malah semangat banget mau motoin kami di pohon cinta. Ya kan aku seneng :p

pohon cinta


Puas berkeliling rumah sekaligus mengenal adat budaya Sasak, kami diajak berkeliling lagi. Di Sade sebagian besar penduduknya adalah petani, sedangkan kaum perempuan lebih banyak membuat kerajinan dan menenun kain. Kami berkesempatan untuk mencoba alat tenun kain tradisional di Sade meskipun tidak memakai dengan sebenarnya. Takut merusak pola kain yang sedang ditenun karena sepertinya rumit sekali. Selain menjual kain tenun, terdapat pula cinderamata yang lain seperti tas, kaos, outer tenun, gelang juga pernik-pernik lain. Kami membeli gelang sebagai kenang-kenangan.

mencoba alat tenun tradisional Sade

Selesai sudah perjalanan kami berkeliling di Desa Sade. Setelah selesai pun kami masih mengobrol asyik dengan mas guide di berugak, sebuah bangunan mirip pendopo panggung kecil yang sering digunakan masyarakat Lombok untuk sekedar berkumpul dan bersantai. Karena sudah akan pamit, aku pun bertanya tentang tarif/retribusi di Desa Sade dan kaget karena mas guide menjawab tak ada tarif khusus alias seikhlasnya bila ingin memberi. Tak menyangka tempat wisata sepopuler Sade tak bertarif.


[ P A N T A I ]

Lombok dan pantai sepertinya sulit dipisahkan. Dan Lombok terkenal dengan pantainya yang banyak dan indah. Selepas dari Desa Sade, kami beranjak menuju Pantai Kuta. Melihat langsung penduduk Desa Sade yang sedang melakukan adat ‘memare made’. Tak banyak yang bisa diceritakan tentang pantai selain keindahannya, jadi mari nikmati (kembali) beberapa foto pantai di Lombok yang kami kunjungi.

Pantai Kuta

Pantai Tanjung Aan

Bukit Merese

Pantai Senggigi

You and Me

Pantai Malimbu



sampai jumpa lagi, Lombok!


***
P.S: Selamat tahun baru 2020!
Tidak mudah ternyata kembali konsisten menulis dengan kesibukan yang sekarang ini. Draft tulisan sejak tahun 2019 baru bisa diteruskan kembali di awal tahun 2020. Bersyukur akhirnya selesai :D



Tidak ada komentar:

Posting Komentar