Berbahagialah dia yang
makan dari keringatnya sendiri, bersuka karena usahanya sendiri dan maju karena
pengalamannya sendiri.
-Pramoedya Ananta Toer-
***
Ungaran. Gunung
dengan ketinggian 2050 meter di atas permukaan laut ini terletak di daerah Bandungan,
Semarang, Jawa Tengah. Memiliki tiga puncak yakni Gendol, Botak dan Ungaran
dengan Ungaran sebagai puncak tertinggi. Dan ada tiga jalur pula
yang lazim digunakan pendaki untuk mendaki Gunung Ungaran, yakni via Candi
Gedong Songo, Promasan, dan Jimbaran/Sidomukti. Jalur terakhir adalah jalur
yang kami pilih pada pendakian kali ini.
20 Maret 2015
Gunung Ungaran adalah
salah satu dari beberapa gunung yang menjadi titik berat pendakian saya di
tahun ini. Rencana sudah cukup lama, namun baru dikukuhkan pada bulan Maret,
2015. Dipilihlah tanggal 20-21 (Jumat-Sabtu), bertepatan dengan Hari Raya Nyepi
di hari Sabtu sehingga saya tak perlu mengambil jatah cuti hehe. Kemudahan yang
lain ditemukan ketika mengajak beberapa teman dan tak ada hambatan besar *soalnya
biasanya saya sih yang terhambat gara-gara cuti dsb :p*. Menjelang detik
terakhir, akhirnya tim pendakian ini fix diisi oleh 5 orang; Adhi, Bimo,
Fitria, Mba Nurul dan saya sendiri. Karena jam pulang kerja yang berbeda antara
saya dan Fitria dan kendaraan yang
digunakan berbeda (rencana awalnya Fitria dan Bimo naik motor dari
tempat kerja, saya dan Mba Nurul naik bus ke Semarang), kami memutuskan untuk
berangkat secara terpisah. Tapi apapun bisa terjadi di detik terakhir, seperti
saya dan Mba Nurul yang kemudian berganti rencana menggunakan sepeda motor
untuk mencapai basecamp Gunung Ungaran.
Perjalanan
Jogja-Semarang yang lazimnya dapat ditempuh dalam 3 jam kami lalui hingga
hampir 5 jam. Haha. Hanya berbekal petunjuk dari teman dan internet, kami pun berangkat
lewat tengah hari. Cuaca masih menjadi hal yang sulit sekali di prediksi. Belum
lagi keluar dari Jogja tiba-tiba hujan deras turun. Kami buru-buru memakai
mantel hujan dan melanjutkan perjalanan dengan hati-hati. Setengah kuyup ketika
kami mampir di salah satu masjid di
Magelang untuk menunaikan sholat ashar. Hujan nampaknya tak hendak reda dalam
waktu dekat. Kami pun kembali bermantel dan melanjutkan perjalanan. Beberapa
waktu berselang ada kelegaan melihat jalan aspal yang tak basah. Kami tak tergesa
melepas mantel hujan, masih tetap dipakai sekalian di angin-angin supaya kering
dahulu. Namun belum lagi kami melepas mantel, hujan kembali turun seiring
perjalanan. Dan begitu seterusnya beberapa kali terulang. Kami tertawa-tawa
saja.
Hari sudah gelap ketika
kami berbelok ke daerah Bandungan. Mampir ke masjid di tikungan jalan untuk
menunaikan sholat maghrib sekaligus menanyakan arah kepada penduduk sekitar.
Usai sholat dan mendapat sedikit pencerahan petunjuk arah, kami pun melanjutkan
perjalanan. Beberapa kali bertanya pada orang sekitar dan kami tiba pada point
pencarian, Pasar Jimbaran. Entah kami yang tak pandai menangkap petunjuk atau
petunjuk yang tidak jelas atau jalan yang setengah gelap membuat kami bingung,
pada akhirnya kami sempat salah jalan. Tak ingin benar-benar tersesat, kami
kembali bertanya pada penduduk sekitar. Mendapat arahan lagi. Dan ya, untuk
kesekian kalinya kami mengikuti arahan. Semoga kali ini benar. Alhamdulillah
tak berapa jauh, kami melihat sosok Adhi di pinggir jalan. Senang luar biasa.
Hahaha. Adhi sudah duduk-duduk ditemani Fitria dan Bimo *padahal mereka
berangkat belakangan :p*. Tak apalah, kami sih cengar-cengir saja tanpa rasa berdosa. Setelah
berkenalan dengan Bimo dan membeli
kebutuhan air minum, kami beranjak
menuju basecamp Mawar,
Sidomukti. Berada tak jauh dari kawasan wisata Sidomukti, basecamp Mawar dapat dicapai setelah melewati jalanan yang cukup
menanjak dan berkelok-kelok. Konsentrasi dan keterampilan mengemudikan
kendaraan sangat diperlukan meskipun kelap kelip lampu pemandangan malam kota
Semarang sungguh sangat menggoda mata.
Seperti biasa, selalu
ada proses re-packing bila
berangkatnya tidak bersama-sama. Kebanyakan sih proses “nitipin” barang di
keril Adhi yang gede :p. Setelah dirasa cukup *cukup membebani Adhi :p*, kami lantas memulai perjalanan.
Perjalanan ke warung makan maksudnya.
Dan meskipun perjalanan malam tak banyak menghasilkan keringat dan kepayahan
layaknya siang hari, mengisi perut sebagai sumber energi tentu diperlukan juga.
Barulah setelah kenyang dan hangat kami memulai perjalanan yang sesungguhnya
sebelum malas karena kekenyangan melanda. Jam di tanganku menunjukkan hampir pukul sepuluh malam. Bismillah.
Setapak yang kami lalui
masih cukup landai di awal perjalanan. Beberapa kali menemui kenangan eh
genangan air dan tanah becek. Maklum saja, musim penghujan belum lagi berakhir.
Lompat sana, melipir sini. Masih tengah malam ketika gerimis-gerimis kecil
mulai menderas. Kami pun segera mencari lapak sekenanya untuk mendirikan tenda.
Begitu tenda sudah kokoh berdiri, kami segera memasukkan keril-keril dan diri
kami masing-masing. Berlindung dari hujan yang kian menderas. Berhubung kami
masih kenyang dan perjalanan yang kami tempuh belum lama, malam itu kami tidak
memasak. Malam masih panjang. Ngobrol, ngemil, dan bermain UNO sampai bosan
sebelum kami beristirahat.
21 Maret 2015
Kabut tipis menyelimuti
pagi selepas hujan semalam. Namun bukan kabut saja yang menjadi kenang-kenangan
pagi itu, juga genangan air di beberapa tempat termasuk di dalam tenda Bimo.
Geli rasanya melihat Bimo dengan lempengnya menyerok air di dalam tendanya ke
luar. Hihi. Tenda terlalu tipis rupanya dan tak ada lapisan kedua di luarnya,
sehingga air hujan merembes masuk ke dalam tenda.
selamat pagi :) |
It’s a must membuat
minuman hangat di pagi hari saat di gunung. Sambil menikmati pemandangan
sekitar, bersama kawan-kawan terbaik menikmati hangatnya minuman. Sedaapp.
Perkebunan teh dan kopi yang dibungkus kabut tipis menjadi pemandangan indah
kami pagi itu. Berdiri berjajar layaknya boyband sedang pemotretan cover album terbaru, kami menatap jauh perkebunan. Dan cepat saja rasanya minuman kami tandas. Belum genap pukul
delapan pagi, kami memasak bersama untuk sarapan. Sop sayuran dan baso, oseng
jamur dan tempe goreng menjadi menu sarapan kami. Kan sedap sekali itu?
mari memasak |
Kebersamaan ketika
mendaki gunung akan menjadi hal yang sangat mahal, tak sekarang mungkin, kelak.
Dan makan bersama di gunung adalah momen yang mesti dikenangkan dan pasti akan
dirindukan. Bertanya kapan akan terulang. Dan selalu menjadi kisah yang seru
untuk diceritakan. Minimal pada anak-anak sendiri kelak. Ah, apalah saya ini
sudah membayangkan yang kelak. Tapi, ya, ketika menuliskan catatan ini, saya telah rindu pada
momen-momen itu.
Pukul sepuluh kurang kami bergerak meninggalkan tenda. Bimo
tidak, ingin istirahat sebentar lagi katanya. Mungkin lelah menyerok air :p.
Tanah masih basah. Jalan setapak berbatu yang cukup menanjak menjadi track kami menuju puncak. Batu yang
menjadi kawan kami di perjalanan pun kadang tak sembarang batu. Batu-batu besar
seringkali kami jumpai. Mesti sedikit memanjat untuk melaluinya. Beruntung di
awal-awal perjalanan cabang-cabang pohon yang rimbun menaungi kami dari panas
matahari. Kami tak tergesa berjalan. Bimo akan menyusul. Berhenti memberi jalan
bila ada rombongan lain akan turun, beristirahat bila lelah berjalan, dan
berfoto bila ada spot bagus. Tak
perlu terburu-buru. Setiap momen adalah seru
bila bersama kalian. Dan satu setengah jam kemudian, kami melihat Bimo telah
menyusul. Kami berjalan bersama menuju titik yang sama, tapi bukan tujuan
utama, puncak Ungaran.
licin |
rimbun |
Bimo sudah menyusul |
Adhi ngeksis dulu pemirsaaa |
Dan akhirnya, pukul dua belas lebih
dua puluh menit kami telah menjejak tanah tertinggi di Gunung Ungaran.
Alhamdulillah. Cukup ramai ketika kami sampai disana. Kami menunggu beberapa
saat hingga giliran kami berfoto dengan papan bertulis ‘PUNCAK GUNUNG UNGARAN’.
Tidak wajib memang. Tapi rasanya tidak afdhol kalau belum berfoto haha. Tak
banyak yang dapat kami lihat dari puncak karena kabut yang tak juga hilang. Dan
meski begitu kami tak kecewa. Kami cukup puas dengan bermain-main sapu terbang
di puncak Gunung Ungaran.
Puncak Ungaran |
![]() |
papan dan sapu terbang |
Kira-kira pukul satu
siang ketika kami beranjak turun dari puncak. Kabut masih dimana-dimana.
Seperti lazimnya, perjalanan turun memakan waktu yang lebih sedikit daripada
ketika mendaki. Tap-tap. Beberapa kali berpapasan dengan rombongan yang akan
naik. Banyak diantaranya masih anak sekolah. Dan bahkan kami juga bertemu
dengan biksu yang ikut mendaki. Kan manusia mesti menyatu dengan alam sekitar?
perjalanan turun |
Setelah sampai di tenda
kami tak langsung berkemas. Memberi kesempatan dulu pada kaki untuk
beristirahat sembari menyiapkan bekal ngemil di jalan. Nutrijel, as always :D.
Sore pun tiba. Saatnya berkemas. Bongkar tenda, packing, bersihin sampah. Sekitar pukul empat sore kami sudah siap
dengan keril di punggung, turun gunung. Melintasi kebun teh juga kebun kopi
yang tidak sempat kami perhatikan saat berangkat karena gelap. Menikmati
detik-detik pergantian terang ke gelap hari bersama kawan dari tempat tinggi.
Semacam obat.
team: Bimo-Fitria-Kiki-Nurul-Adhi |
Sudah benar-benar gelap
ketika kami sampai kembali di basecamp
Mawar. Ramai. Sepertinya banyak yang baru datang . Mesti mengantri untuk
membersihkan diri. Padahal kamar mandi tersedia beberapa. Selesai bersih-bersih
dan sholat, kami re-packing lagi sebelum pulang. Kembali melewati kelokan dan
turunan ekstrim *kemarin tanjakan* untuk sampai di jalan raya. Kami sepakat
untuk mengisi perut sebagai bekal energi pulang ke rumah.
Lewat jam delapan malam
kami mesti bersiap dan fokus pada perjalanan pulang. Berpisah dengan Adhi yang
pulang ke Wonosobo. Saya menggantikan Mba Nurul mengemudikan motor. Motor yang
istimewa karena lampu depannya mati. Jadilah headlamp dipasangkan di plat nomor depan sebagai pengganti lampu.
Haha. Seru sekali. Melintasi jalan alternatif penghubung antar kota membuat
kami sering sekali mesti berpapasan atau selip menyelip dengan truk dan bus.
Perasaan was-was tak urung hinggap juga. Dan beberapa waktu kemudian, headlamp nampaknya kehabisan energi.
Sinarnya mulai redup, bahkan beberapa kali tak bersinar sama sekali. Mencari
saat yang cukup baik untuk pergantian headlamp.
Dan saat berada di lampu merah, saya mengganti headlamp Mba Nurul yang mulai redup dengan headlamp milik saya. Bismillah jalan lagi.
Masih berada di Magelang
ketika hujan turun. Mula-mula kami abai saja. Namun akhirnya menepi berteduh
juga ketika sudah mulai deras. Menanti hingga hujan mereda untuk meneruskan
perjalanan. Dan bahagia itu ketika motor yang kami kemudikan sudah memasuki
area Jogjakarta. Dan tepat pukul sebelas malam, saya dan Mba Nurul masuk kamar
kos Mba Nurul. Rasanyaaaa...penat sekali. Merebahkan badan menjadi hal paling
nikmat saat itu. Dan cepat saja kami terlelap. Mengakhiri petualangan di Gunung
Ungaran. Petualangan yang akan selalu dikenang. Dirindukan.
Alhamdulillah. Banyak
syukur kepadaNya. Terima kasih. Terima kasih kalian. Terima kasih semesta..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar