Rabu, 23 September 2015

me(Nyepi) di Ungaran



Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri, bersuka karena usahanya sendiri dan maju karena pengalamannya sendiri.

                            -Pramoedya Ananta Toer-

***

Ungaran. Gunung dengan ketinggian 2050 meter di atas permukaan laut ini terletak di daerah Bandungan, Semarang, Jawa Tengah. Memiliki tiga puncak yakni Gendol, Botak dan Ungaran dengan Ungaran sebagai puncak tertinggi. Dan ada tiga jalur pula yang lazim digunakan pendaki untuk mendaki Gunung Ungaran, yakni via Candi Gedong Songo, Promasan, dan Jimbaran/Sidomukti. Jalur terakhir adalah jalur yang kami pilih pada pendakian kali ini.



20 Maret 2015

Gunung Ungaran adalah salah satu dari beberapa gunung yang menjadi titik berat pendakian saya di tahun ini. Rencana sudah cukup lama, namun baru dikukuhkan pada bulan Maret, 2015. Dipilihlah tanggal 20-21 (Jumat-Sabtu), bertepatan dengan Hari Raya Nyepi di hari Sabtu sehingga saya tak perlu mengambil jatah cuti hehe. Kemudahan yang lain ditemukan ketika mengajak beberapa teman dan tak ada hambatan besar *soalnya biasanya saya sih yang terhambat gara-gara cuti dsb :p*. Menjelang detik terakhir, akhirnya tim pendakian ini fix diisi oleh 5 orang; Adhi, Bimo, Fitria, Mba Nurul dan saya sendiri. Karena jam pulang kerja yang berbeda antara saya dan Fitria dan kendaraan yang  digunakan berbeda (rencana awalnya Fitria dan Bimo naik motor dari tempat kerja, saya dan Mba Nurul naik bus ke Semarang), kami memutuskan untuk berangkat secara terpisah. Tapi apapun bisa terjadi di detik terakhir, seperti saya dan Mba Nurul yang kemudian berganti rencana menggunakan sepeda motor untuk mencapai basecamp Gunung Ungaran.


Perjalanan Jogja-Semarang yang lazimnya dapat ditempuh dalam 3 jam kami lalui hingga hampir 5 jam. Haha. Hanya berbekal petunjuk dari teman dan internet, kami pun berangkat lewat tengah hari. Cuaca masih menjadi hal yang sulit sekali di prediksi. Belum lagi keluar dari Jogja tiba-tiba hujan deras turun. Kami buru-buru memakai mantel hujan dan melanjutkan perjalanan dengan hati-hati. Setengah kuyup ketika kami mampir di salah satu  masjid di Magelang untuk menunaikan sholat ashar. Hujan nampaknya tak hendak reda dalam waktu dekat. Kami pun kembali bermantel dan melanjutkan perjalanan. Beberapa waktu berselang ada kelegaan melihat jalan aspal yang tak basah. Kami tak tergesa melepas mantel hujan, masih tetap dipakai sekalian di angin-angin supaya kering dahulu. Namun belum lagi kami melepas mantel, hujan kembali turun seiring perjalanan. Dan begitu seterusnya beberapa kali terulang. Kami tertawa-tawa saja.


Hari sudah gelap ketika kami berbelok ke daerah Bandungan. Mampir ke masjid di tikungan jalan untuk menunaikan sholat maghrib sekaligus menanyakan arah kepada penduduk sekitar. Usai sholat dan mendapat sedikit pencerahan petunjuk arah, kami pun melanjutkan perjalanan. Beberapa kali bertanya pada orang sekitar dan kami tiba pada point pencarian, Pasar Jimbaran. Entah kami yang tak pandai menangkap petunjuk atau petunjuk yang tidak jelas atau jalan yang setengah gelap membuat kami bingung, pada akhirnya kami sempat salah jalan. Tak ingin benar-benar tersesat, kami kembali bertanya pada penduduk sekitar. Mendapat arahan lagi. Dan ya, untuk kesekian kalinya kami mengikuti arahan. Semoga kali ini benar. Alhamdulillah tak berapa jauh, kami melihat sosok Adhi di pinggir jalan. Senang luar biasa. Hahaha. Adhi sudah duduk-duduk ditemani Fitria dan Bimo *padahal mereka berangkat belakangan :p*. Tak apalah, kami sih cengar-cengir saja tanpa rasa berdosa. Setelah berkenalan dengan Bimo dan  membeli kebutuhan air minum, kami beranjak  menuju basecamp Mawar, Sidomukti. Berada tak jauh dari kawasan wisata Sidomukti, basecamp Mawar dapat dicapai setelah melewati jalanan yang cukup menanjak dan berkelok-kelok. Konsentrasi dan keterampilan mengemudikan kendaraan sangat diperlukan meskipun kelap kelip lampu pemandangan malam kota Semarang sungguh sangat menggoda mata.


Seperti biasa, selalu ada proses re-packing bila berangkatnya tidak bersama-sama. Kebanyakan sih proses “nitipin” barang di keril Adhi yang gede :p. Setelah dirasa cukup *cukup membebani Adhi :p*, kami lantas memulai perjalanan. Perjalanan  ke warung makan maksudnya. Dan meskipun perjalanan malam tak banyak menghasilkan keringat dan kepayahan layaknya siang hari, mengisi perut sebagai sumber energi tentu diperlukan juga. Barulah setelah kenyang dan hangat kami memulai perjalanan yang sesungguhnya sebelum malas karena kekenyangan melanda. Jam di tanganku menunjukkan  hampir pukul sepuluh malam. Bismillah.


Setapak yang kami lalui masih cukup landai di awal perjalanan. Beberapa kali menemui kenangan eh genangan air dan tanah becek. Maklum saja, musim penghujan belum lagi berakhir. Lompat sana, melipir sini. Masih tengah malam ketika gerimis-gerimis kecil mulai menderas. Kami pun segera mencari lapak sekenanya untuk mendirikan tenda. Begitu tenda sudah kokoh berdiri, kami segera memasukkan keril-keril dan diri kami masing-masing. Berlindung dari hujan yang kian menderas. Berhubung kami masih kenyang dan perjalanan yang kami tempuh belum lama, malam itu kami tidak memasak. Malam masih panjang. Ngobrol, ngemil, dan bermain UNO sampai bosan sebelum kami beristirahat.

21 Maret 2015


Kabut tipis menyelimuti pagi selepas hujan semalam. Namun bukan kabut saja yang menjadi kenang-kenangan pagi itu, juga genangan air di beberapa tempat termasuk di dalam tenda Bimo. Geli rasanya melihat Bimo dengan lempengnya menyerok air di dalam tendanya ke luar. Hihi. Tenda terlalu tipis rupanya dan tak ada lapisan kedua di luarnya, sehingga air hujan merembes masuk ke dalam tenda. 

selamat pagi :)
It’s a must membuat minuman hangat di pagi hari saat di gunung. Sambil menikmati pemandangan sekitar, bersama kawan-kawan terbaik menikmati hangatnya minuman. Sedaapp. Perkebunan teh dan kopi yang dibungkus kabut tipis menjadi pemandangan indah kami pagi itu. Berdiri berjajar layaknya boyband sedang pemotretan cover album terbaru, kami menatap jauh perkebunan. Dan cepat saja rasanya minuman kami tandas. Belum genap pukul delapan pagi, kami memasak bersama untuk sarapan. Sop sayuran dan baso, oseng jamur dan tempe goreng menjadi menu sarapan kami. Kan sedap sekali itu?


mari memasak
Kebersamaan ketika mendaki gunung akan menjadi hal yang sangat mahal, tak sekarang mungkin, kelak. Dan makan bersama di gunung adalah momen yang mesti dikenangkan dan pasti akan dirindukan. Bertanya kapan akan terulang. Dan selalu menjadi kisah yang seru untuk diceritakan. Minimal pada anak-anak sendiri kelak. Ah, apalah saya ini sudah membayangkan yang kelak. Tapi, ya, ketika  menuliskan catatan ini, saya telah rindu pada momen-momen itu.

 
sarapaaannnn :D
Pukul sepuluh  kurang kami bergerak meninggalkan tenda. Bimo tidak, ingin istirahat sebentar lagi katanya. Mungkin lelah menyerok air :p. Tanah masih basah. Jalan setapak berbatu yang cukup menanjak menjadi track kami menuju puncak. Batu yang menjadi kawan kami di perjalanan pun kadang tak sembarang batu. Batu-batu besar seringkali kami jumpai. Mesti sedikit memanjat untuk melaluinya. Beruntung di awal-awal perjalanan cabang-cabang pohon yang rimbun menaungi kami dari panas matahari. Kami tak tergesa berjalan. Bimo akan menyusul. Berhenti memberi jalan bila ada rombongan lain akan turun, beristirahat bila lelah berjalan, dan berfoto bila ada spot bagus. Tak perlu terburu-buru. Setiap momen adalah  seru bila bersama kalian. Dan satu setengah jam kemudian, kami melihat Bimo telah menyusul. Kami berjalan bersama menuju titik yang sama, tapi bukan tujuan utama, puncak Ungaran.

licin



rimbun
Bimo sudah menyusul







Adhi ngeksis dulu pemirsaaa








Dan akhirnya, pukul dua belas lebih dua puluh menit kami telah menjejak tanah tertinggi di Gunung Ungaran. Alhamdulillah. Cukup ramai ketika kami sampai disana. Kami menunggu beberapa saat hingga giliran kami berfoto dengan papan bertulis ‘PUNCAK GUNUNG UNGARAN’. Tidak wajib memang. Tapi rasanya tidak afdhol kalau belum berfoto haha. Tak banyak yang dapat kami lihat dari puncak karena kabut yang tak juga hilang. Dan meski begitu kami tak kecewa. Kami cukup puas dengan bermain-main sapu terbang di puncak Gunung Ungaran.

Puncak Ungaran
papan dan sapu terbang
Kira-kira pukul satu siang ketika kami beranjak turun dari puncak. Kabut masih dimana-dimana. Seperti lazimnya, perjalanan turun memakan waktu yang lebih sedikit daripada ketika mendaki. Tap-tap. Beberapa kali berpapasan dengan rombongan yang akan naik. Banyak diantaranya masih anak sekolah. Dan bahkan kami juga bertemu dengan biksu yang ikut mendaki. Kan manusia mesti menyatu dengan alam sekitar?


perjalanan turun
Setelah sampai di tenda kami tak langsung berkemas. Memberi kesempatan dulu pada kaki untuk beristirahat sembari menyiapkan bekal ngemil di jalan. Nutrijel, as always :D. Sore pun tiba. Saatnya berkemas. Bongkar tenda, packing, bersihin sampah. Sekitar pukul empat sore kami sudah siap dengan keril di punggung, turun gunung. Melintasi kebun teh juga kebun kopi yang tidak sempat kami perhatikan saat berangkat karena gelap. Menikmati detik-detik pergantian terang ke gelap hari bersama kawan dari tempat tinggi. Semacam obat.

team: Bimo-Fitria-Kiki-Nurul-Adhi
Sudah benar-benar gelap ketika kami sampai kembali di basecamp Mawar. Ramai. Sepertinya banyak yang baru datang . Mesti mengantri untuk membersihkan diri. Padahal kamar mandi tersedia beberapa. Selesai bersih-bersih dan sholat,  kami re-packing lagi sebelum pulang. Kembali melewati kelokan dan turunan ekstrim *kemarin tanjakan* untuk sampai di jalan raya. Kami sepakat untuk mengisi perut sebagai bekal energi pulang ke rumah. 



Lewat jam delapan malam kami mesti bersiap dan fokus pada perjalanan pulang. Berpisah dengan Adhi yang pulang ke Wonosobo. Saya menggantikan Mba Nurul mengemudikan motor. Motor yang istimewa karena lampu depannya mati. Jadilah headlamp dipasangkan di plat nomor depan sebagai pengganti lampu. Haha. Seru sekali. Melintasi jalan alternatif penghubung antar kota membuat kami sering sekali mesti berpapasan atau selip menyelip dengan truk dan bus. Perasaan was-was tak urung hinggap juga. Dan beberapa waktu kemudian, headlamp nampaknya kehabisan energi. Sinarnya mulai redup, bahkan beberapa kali tak bersinar sama sekali. Mencari saat yang cukup baik untuk pergantian headlamp. Dan saat berada di lampu merah, saya mengganti headlamp Mba Nurul yang mulai redup dengan headlamp milik saya. Bismillah jalan lagi. 

Masih berada di Magelang ketika hujan turun. Mula-mula kami abai saja. Namun akhirnya menepi berteduh juga ketika sudah mulai deras. Menanti hingga hujan mereda untuk meneruskan perjalanan. Dan bahagia itu ketika motor yang kami kemudikan sudah memasuki area Jogjakarta. Dan tepat pukul sebelas malam, saya dan Mba Nurul masuk kamar kos Mba Nurul. Rasanyaaaa...penat sekali. Merebahkan badan menjadi hal paling nikmat saat itu. Dan cepat saja kami terlelap. Mengakhiri petualangan di Gunung Ungaran. Petualangan yang akan selalu dikenang. Dirindukan.


Alhamdulillah. Banyak syukur kepadaNya. Terima kasih. Terima kasih kalian. Terima kasih semesta..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar