Siapakah kita?
Mau menjadi siapakah kita? Sepasang muda-mudi yang bersepeda bersama itu? Atau
kau menjadi si pemuda dan aku gadis yang sudah tak ada? Ataukah kita adalah
bagian dari rombongan burung yang terbang ke arah barat? Masih pedulikah kita
menjadi siapa? Kita masih bertemu. Kita masih rindu.
Sebut apa
saja untuk kita. Sebut aku menghormatimu ketika aku mencium tanganmu saat kau
akan pergi. Sebut kau (masih) menyayangiku ketika kau mencium balik tanganku. Sebut
apa saja untuk kita. Kita masih bertemu. Kita masih rindu.
Terjemahkan bagaimana
saja rasa kita. Bisa? Bagaimana rasanya (bila) melihatmu bersanding dengan yang
lain? Bagaimana (bila) kau melihatku bersama orang lain? Terjemahkan. Bisa? Terjemahkan
sesukamu. Sesukaku. Kita masih bertemu. Kita masih rindu.
Aku kehilangan
kata-kata untuk menerjemahkan rasaku padamu. Hilang. Sekalipun bertemu. Sekalipun
rindu.
“Aku rindu
udara pagi bersamamu,” katamu.
Aku diam
dalam ke-tidak-ada-an-ku.
“Aku ingin
melihatmu lagi menantiku di tepian jembatan.”
Aku (masih)
disini.
“Aku ingin
kau bawakan bekal makan siang lagi.”
Itu inginku.
“Aku ingin
pergi ke pantai bersamamu lagi.”
Duduk di
pasir dan menanti matahari tenggelam.
“Menggenggam
tanganmu dan mengenalkanmu sebagai perempuanku.”
Kita..
“Aku ingin
bertemu.”
Kita masih bertemu.
Kita masih rindu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar