Rabu, 12 Februari 2014

hai, Er...




Hai Er, apa kabar? Lama sekali tak dengar kabarmu. Aku rindu.
Er, masihkah kau simpan surat-surat kita? Aku masih. Aku rindu berbincang denganmu.

Benar kata orang rupanya, kehilangan begitu besar dirasakan ketika yang kita kasihi sudah pergi. Dan aku benar-benar kehilangan rasa nyaman seperti saat berbincang denganmu.

Er, hari-hari terakhir ini berat sekali rasanya kujalani. Butuh ruang tapi tak ada jeda. Dan seperti biasa, aku tak pandai menjabarkan yang kurasakan. Itu membuat bebanku menjadi-jadi.

Ingin lari rasanya, Er. Ingin teriak keras-keras. Ingin menangis lama-lama. Butuh ruang, Er. Butuh jeda. Atau mungkin butuh duduk bersama denganmu saja.

Aku tak butuh kalimat penghiburan, Er. Kau tahu itu. Aku hanya ingin kau dengarkan dalam kalimatku yang terbata-bata. Dalam nafasku yang tersengal-sengal. Aku hanya butuh ruang dimana hanya suaraku dan suaramu saja yang terdengar. Tak ada bising. Tak ada ramai.

Kau tahu Er, masih saja ku ingat saat kau mengingatkanku pada salah satu ayat dalam kitab suci, “ Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” Aku tahu begitulah caramu menguatkanku. Dan aku akan selalu berterima kasih untuk itu.

Tapi Er, sekalipun aku tahu akan mampu, kadangkala sesak itu masih saja menghimpit dada. Ketika keputusan-keputusan besar dan sulit harus kubuat. Ketika tak ada yang dapat kumintai pertimbangan. Ketika waktu tak jua memberiku jawaban. Ketika diam pun tak menyelesaikan. Aku tidak tahu harus berbuat apa, Er. Lelah.

Menyerah. Akhirnya kupejamkan mata. Berusaha memisahkan diri dari keramaian. Menghadirkanmu dalam benakku. Duduk canggung di hadapanku. Membenarkan letak kacamatamu.  Memberiku sebuah senyuman dan berkata, “ Kamu mampu lewati ini.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar