SUMMIT ATTACK!!
Bismillah..
Kami melangkah. Meninggalkan Pos 9. Meninggalkan tanah
coklat, meninggalkan akar-akar yang melintang, meninggalkan pepohonan dan
ilalang. Kami menuju gunung pasir dan kerikil.
Di area gundukan pasir ini, kemiringan nampak jelas.
Mungkin mencapai 60˚. Miring banget yaa >.<
Satu dua langkah kami tapaki. Beberapa kali terperosot ke
bawah. Berpegangan pada apa saja yang berada di dekat tangan. Kadang kala
bahkan batu yang dipakai sebagai pegangan terlepas dan menggelinding jatuh. Tak
terlalu kuat. Padahal sekilas nampak besar dan kokoh. Tubuh pun oleng. Kami
berusaha menjaga keseimbangan agar tak jatuh.
Merosot dan merosot lagi. Begitu berkali-kali. Lelah sekali
rasanya. Beberapa kali berhenti. Dan ketika menoleh ke belakang,, Hah??dari
tadi jalan baru sampe segitu?? -,-''. Kemudian menoleh ke depan lagi. Menatap
pasir dan batu yang sepertinya tak ada ujungnya. Puncak bahkan tak dapat kami
lihat.
dalam hati: dari tadi jalan baru sampe segini aja? :p |
Mas arifin selalu memasang target bagi kami berdua. '' Sampe
batu besar itu ya Ki? Trus istirahat bentar'', katanya. Aku menoleh ke atas. Ke arah
batu yang dimaksud. Lalu mengangguk saja. Dan aku pun berjalan. Kadang tegap
berjalan tapi sering pula menempelkan badan di pasir bila dirasa tubuh mulai
tidak seimbang. Merangkak. Apa saja agar tidak terjatuh :o
Begitu seterusnya. Dan kalimat-kalimat seperti '' Sampe batu yang ada tulisannya itu ya Ki?'', ''Sampe situ ya Ki?'' terus dikeluarkan Mas Arifin. Aku mengangguk lagi dan lagi.
Pasrah. Berharap di balik batu-batu yang ditunjuk Mas Arifin tadi adalah
puncak. Tapi tidak, atau belum. Kami harus terperosot berulang-ulang. Merangkak
dan merangkak lagi. Tidak ada habisnya.
Letih dan haus. Hanya itu yang mendominasi rasa di tubuhku.
Kami pun istirahat sejenak di batu besar yang menjadi salah satu target Mas
Arifin tadi. Minum secukupnya, karena kami harus menghemat persediaan air. Mas
Arifin mulai membuka coklat. Aku tidak tertarik. Aku tidak merasa lapar. Letih
hebat ini sepertinya menghilangkan sensasi laparku.
Kami meneruskan perjalanan. Frustasi karena tidak jua sampai
sempat menghampiri otakku. Tapi tekat untuk bisa sampai puncak mengalahkan
segala letih dan dahaga. Mungkin ini yang sering disebut sugesti diri memiliki
kekuatan yang luar biasa. Kami sudah seperti 2 orang gila yang mati-matian
berusaha mencapai puncak. Agak lebay sih kedengarannya :p. Tapi begitulah
adanya. Kami letih. Letih luar biasa.
Beberapa kali berjumpa dengan pendaki lain yang hendak
turun. Kata mereka, “ Sebentar lagi Mas, Mbak..” , “ Puncak udah deket Mbak..”,
“ Ayo semangat, sebentar lagi puncak..”. Uyyeah! Semangat kami terpompa lagi.
Langkah kami semakin menggila. Frustasi tingkat dewa dan semangat membara sudah
tidak bisa dibedakan lagi :p
Tapi eh tapi. Semakin ke atas, pasir tak lagi sepenuhnya
berwarna abu. Pasir bercampur dengan tanah merah. Kerikil pun tak lagi sama,
banyak yang berwarna merah, juga abu kebiruan. Apakah ini pertanda kami sudah
hampir mencapai puncak?? Entahlah..
Dan betapapun kami belum sampai di puncak, kami sudah disuguhi pemandangan yang luar biasa istimewa seperti ini... Subhanallah...
Langkah kaki kami kembali mantap. Menapaki pasir yang tak
kunjung usai. Lelah lagi-lagi menyergap. Hingga kami bertemu dengan rombongan
pendaki dari UGM. Kami pun tak kuasa untuk tidak bertanya, “Puncaknya masih
jauh Mas?”. Dan mereka pun menjawab, “ Lah, dibalik batu ini puncak Mas,
Mbak..”. Rasa-rasanya itu kalimat terindah yang pernah kudengar selama 16 jam
terakhir. Ingin berlari rasanya. Melompati batu terakhir yang menyembunyikan puncak
dari pandangan mata kami. Dan wow! Allahu Akbar!!! Kami sampai puncak. Kami
–dua orang gila, akhirnya menjejak puncak Gunung Slamet. Puncak kawan, ini
puncaaakk :D
3428 mdpl |
Waktu itu kira-kira pukul 8.30 WIB. Tak terkira rasanya bisa
sampai di tanah ini. Tanah tertinggi kedua di Pulau Jawa. Sampai di puncak
Gunung Slamet kegilaan kami pun memuncak hehe.. Kami melompat kegirangan.
Berlarian merasai angin puncak. Melepaskan semua tas dan jaket. Memotret kalap.
Sujud syukur. Lega sekali rasanya. Puas tak terhingga. Lenyap sudah frustasi
tingkat dewa.
harus bisa bertahan sampai Pos 2 dengan sisa logistik :p |
Tidak ada keinginan untuk makan atau minum [karena emang
logistiknya minim :p]. Kami hanya ingin menikmati disini, di puncak ini.
Menikmati dengan duduk diam meresapi angin puncak. Menikmati dengan berlarian
kesana-kemari. Menikmati dengan memotret sana-sini. Dan juga menikmati dengan
mengibarkan bendera kebanggaan kami, Sang Merah Putih tercinta.
Merah Putih di puncak Gunung Slamet |
dua gila di 3428 mdpl |
Dari puncak ini, kami bisa melihat gumpalan awan berarak, pasir-pasir yang kami
lalui, hutan di bawah sana, juga kawah di Gunung Slamet yang nampak masih
mengeluarkan asap.
Cukup lama kami menghabiskan waktu berfoto-foto di puncak. Dan pada akhirnya kami pun harus turun.
Waktu itu kira-kira pukul 10 pagi. Kami harus bergegas agar tidak terlalu sore
sampai Pos 2, tempat Mas Hono dan Kak Eva menanti.
Enggan rasanya meninggalkan puncak Slamet. Enggan rasanya meninggalkan puncak yang kami perjuangkan tadi. Tapi bukankah
hidup memang seperti itu? Meraih satu puncak, lalu bergegas mencapai puncak
yang lain. Sebab hidup itu perjuangan tanpa henti. Sebab waktu kita terlalu
sedikit kawan, sedang dunia terlalu luas.
Dan perjalanan turun gunung pun dimulai...
mantap kk
BalasHapusahik..makasih mas :)
BalasHapuspengen bikin catper ke semeru itu sih..tapi sayang belum sampe puncak :p
belum mantep kalo belum ngerasain perjuangan summit attack-nya
JUARA kakak
BalasHapusmakasih mas ain :)
BalasHapusb(^_^)d
BalasHapus:)
BalasHapus