Rencana awal ngetrip ke Semarang adalah seperti ini: malam Minggu ke Lawangsewu, Minggu pagi sampai siang berkeliling ke KotaLama dan Simpang Lima, siang menjelang sore balik lagi ke Jogja.
Tapi karena sampai Semarang sudah menjelang malam, maka rencana diubah. Malam hanya akan berputar-putar keliling kota Semarang. Setelah rehat sejenak dan mandi, meluncurlah kami dengan niat putar-putar Semarang. Melewati area bunderan Tugu Muda dan Lawangsewu. Namun ekor mataku menangkap gerbang Lawangsewu masih buka. Yatta! Langsung minta belokkan motor ke parkiran Lawangsewu :D
Melangkah dengan gembira ke arah gerbang Lawangsewu. Lapor sebentar sama pak satpam yang menjaga gerbang. Dengan membayar 10.000 rupiah kami pun sudah bisa masuk Lawangsewu. Bila ingin menggunakan jasa guide, maka dikenakan tambahan biaya 30.000 rupiah untuk satu rombongan. Dan kebetulan ada 2 rombongan kecil yang ingin bergabung dengan kami. Jadilah 3 rombongan kecil membentuk 1 rombongan besar mengelilingi Lawangsewu.
Memasuki pelataran Lawangsewu, kami disuguhi pemandangan bangunan peninggalan Belanda yang tinggi dengan pintu-pintu dan jendela-jendela yang super besar.
Lampu-lampu sorot kecil yang dipasang disana membuat Lawangsewu terlihat semakin eksotis di malam hari. Memasuki halaman tengah Lawangsewu, kami disuguhi pemandangan yang wow :D. Kata sang guide, disini salah satu spot favorit pengunjung untuk berfoto.
Sedikit sulit untuk berfoto disana saat malam hari karena cahaya yang sangat minim. Dari halaman tengah kami melanjutkan tour singkat mengelilingi Lawangsewu. Guide kami sempat menjelaskan sejarah Lawangsewu. Bangunan ini ternyata dulunya adalah Kantor Pusat Perusahan Kereta Api Swasta NIS. Dan dilengkapi pula dengan ruang bawah tanah yang berfungsi sebagai pendingin ruangan.
Kami pun meneruskan perjalanan sembari mendengarkan penjelasan dari sang guide. Melewati lorong-lorong panjang dengan puluhan bahkan ratusan pintu yang terbuka. Karena banyaknya pintu itulah maka bangunan ini kemudian disebut Lawangsewu [ Lawang=pintu ; Sewu=seribu ]. Sebenarnya jumlah pintu disana tidak sampai seribu buah. Hanya saja bila daun pintu dan jendela dihitung maka akan didapat angka mencapai 1300-an. Mengingat satu pintu bisa terdiri dari 4 daun pintu.
salah satu lorong di Lawangsewu |
Setelah puas berkeliling, kami mendapat tawaran untuk melanjutkan tour ke area bawah tanah Lawangsewu. Tanpa ba-bi-bu lagi, aku langsung menerima tawaran itu. Namun 2 rombongan kecil yang lain tidak. Jadilah hanya kami yang turun ke bawah. Dengan membayar biaya tambahan 10.000 rupiah kami mendapat fasilitas senter dan sepatu boot. Dan 20.000 lagi untuk biaya guide-nya.
Menuruni anak tangga yang terbuat dari kayu, kami pun memasuki ruang bawah tanah Lawangsewu yang tergenang air. Thats why we have to use boots. Ruang bawah tanah ini sebenarnya dibangun Belanda sebagai pendingin ruangan. Namun pada masa penjajahan Jepang, ruang bawah tanah Lawangsewu berubah fungsi menjadi ruang penyiksaan bagi pejuang Indonesia.
Merinding rasanya mendengar penjelasan guide tentang beragam cara penyiksaan yang dilakukan oleh Jepang terhadap para pejuang kita. Berbagai ruangan diciptakan untuk beragam penyiksaan. Ada sel jongkok dimana para tawanan dipaksa berada dalam posisi jongkok dan dibiarkan berada dalam genangan air tanpa makanan. Maka tidak butuh waktu lama bagi para tawanan untuk dapat bertahan hidup. Mereka akan meninggal karena kelaparan dan kedinginan. Kejam.
sel jongkok |
Selain sel jongkok terdapat pula sel berdiri. Di sel ini beberapa orang dimasukkan sekaligus. Ruang yang sempit membuat orang-orang yang berada di dalamnya selain berdesakan juga kekurangan oksigen. Dengan kaki yang terendam air, penderitaan mereka lengkaplah sudah.
sel berdiri |
Beragam cara digunakan Jepang untuk menyiksa pejuang kita. Selain sel jongkok, sel berdiri ada pula yang dipenggal di meja. Masih terdapat sisa-sisa kaki meja untuk pemenggalan di ruang bawah tanah Lawangsewu. Namun sayang mejanya sudah tak ada.
Dan kurang beruntung buatku, karena setelah memotret sel berdiri ini, kameraku jatuh. Karena ruang bawah tanah terendam air, jadilah kameranya juga basah :'( . Mati seketika..huhu
Petualangan di Lawangsewu pun sampai pada ujungnya. Dan tepat saat kami keluar, Lawangsewu pun beranjak tutup. Puas. Akhirnya tercapai sudah cita-cita masuk Lawangsewu :p. Dan ternyata berkeliling Lawangsewu membuat lapar. Kami pun memutuskan untuk makan di seputaran kampus Undip. Acara malam pun dilanjut dengan menikmati coklat panas sembari menikmati kota Semarang malam hari di cafe Ndhelik yang saat itu tengah menayangkan pertandingan Euro antara Spanyol melawan Perancis.
Minggu, 24 Juni 2012
Pagi menjelang siang kami menghabiskan waktu di KotaLama dan kawasan Simpang Lima. KotaLama didominasi bangunan-bangunan peninggalan Belanda yang khas. Terdapat Gereja Blendhuk yang terkenal disana.
![]() | |
Gereja Blendhuk di hari ke-24 bulan Juni |
![]() |
kawasan Kota Lama |
Kami juga sempat menikmati es duren yang enak sekali di sebelah Gereja Blendhuk :D. Setelah puas menatap Gereja Blendhuk dari dekat dan menikmati es duren yang mengenyangkan, kami beranjak menuju kawasan Simpang Lima.
Kawasan Simpang Lima sebenarnya hanyalah jalan raya besar dengan 5 cabang dengan sebuah alun-alun atau lapangan di tengahnya. Namun entah mengapa memiliki daya tarik tersendiri. Kawasan ini selalu ramai karena memang merupakan salah satu jalan utama di Semarang. Pun banyak mall berdiri di seputaran Simpang Lima.
Parkir di pinggir jalan kemudian berjalan memutari lapangan Simpang Lima itu sesuatu sekali. Hehe.
![]() | ||
gapura memasuki kawasan Simpang Lima |
![]() |
pepotoan di alun-alun Simpang Lima :p |
Dan inilah akhir petualanganku di kota Semarang. Kota yang modern, sibuk, panas, tapi juga menyimpan beragam pesona. Masih ada beberapa tempat sebenarnya yang ingin aku kunjungi. Mungkin lain kali.
good good good!
BalasHapus