Hujan akhirnya turun setelah sekian lama. Debu-debu kering mulai lenyap dan basah. Pohon-pohon dan tanaman puas bermandi air hujan. Aroma petrikor yang menenangkan menguar. Alunan instrumen piano musik Ghibli menjadi suara latar saat aku mulai menuliskan catatan perjalanan kali ini. Sebuah tulisan yang harus kuselesaikan sebelum perjalanan berikutnya pekan depan wkwk. Kali ini, catatan perjalananku akan membawa kalian ke sebuah tempat bernama Bukit Rhema. Atau yang lebih dikenal dengan nama Gereja Ayam.
Siapa tidak kenal Gereja Ayam? Bangunan ini cukup populer terutama sejak muncul dalam film AADC 2. Bagi yang sudah menonton, tentu ingat adegan ikonik saat Rangga dan Cinta melihat matahari terbit dari puncak Gereja Ayam ini. Ah, sebelum semakin jauh bercerita, sebagai informasi saja Gereja Ayam sebenarnya bukanlah sebuah gereja, melainkan rumah doa bagi semua bangsa. Dan juga bangunannya tidak berbentuk ayam, tapi merpati. Seekor merpati yang memakai mahkota.
8 April 2025
Hari itu, kami berangkat cukup pagi dari Jogja. Belum lagi jam 9.30 saat kami sampai di Bukit Rhema. Berlokasi di Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang, perjalanan dari Jogja ke Bukit Rhema dapat ditempuh dalam waktu sekitar 1 jam saja. Setelah memarkir kendaraan, kami membeli tiket masuk dengan tarif Rp 25.000 per orang untuk wisatawan lokal. Harga tiket itu sudah termasuk pemandu dan voucher singkong goreng gratis yang bisa ditukar di restoran Bukit Rhema. Kami harus menaiki beberapa puluh anak tangga untuk sampai di pelataran Gereja Ayam. Sebenarnya ada opsi naik shuttle karena jalan yang cukup curam, tapi kami memilih untuk berjalan kaki saja. Toh tidak terlalu jauh, sekitar lima menit saja berjalan kaki. Ada biaya tambahan untuk shuttle tentu saja, Rp 15.000 untuk perjalanan pulang-pergi. Kurasa kehadiran shuttle ini akan cukup membantu bagi lansia yang sudah kesulitan berjalan atau penyandang disabilitas. Tapi bagi kaum usia produktif kusarankan jalan kaki saja, sekalian olahraga tipis-tipis.
 |
Tangga untuk pejalan kaki, berdampingan dengan jalur shuttle. |
Dari pelataran utama Gereja Ayam, pintu masuk berada di arah kanan. Setelah menunjukkan tiket, seorang pemandu menemani kami berkeliling dan menjelaskan sejarah dan fungsi-fungsi dari setiap sisi bangunan. Bangunan Gereja Ayam terdiri dari tujuh lantai. Di lantai satu, kami diminta untuk tidak mendokumentasi dalam bentuk foto maupun video karena terdapat ruang-ruang doa. Terdapat dua belas ruang doa. Dua belas dalam bahasa jawanya kalih welas. Kalih bisa bermakna dua atau bersama, Welas dapat dimaknai sebagai belas kasih. Ruang doa tersebut dapat digunakan oleh siapa saja, agama apa saja, bangsa apa saja. Di ujung lantai satu terdapat Wall of Hope, di mana kita diperbolehkan menuliskan harapan atau doa untuk kemudian ditempel di papan bersama dengan yang lain.
 |
Dari dekat |
 |
Lorong ruang doa |
 |
Wall of Hope |
Sejarah pembangunan Gereja Ayam pun diceritakan oleh Mbak pemandu (maaf banget aku lupa namanya 😞). Didirikan oleh Daniel Alamsjah pada tahun 1992, namun sempat terhenti di tahun 2000. Dan pada tahun 2014 akhirnya Gereka Ayam dibuka untuk umum. Dalam beberapa foto dan gambar yang dipajang di lantai satu diceritakan pula bagaimana Daniel Alamsjah terinspirasi dan memiliki misi untuk membangun Gereja Ayam.
Setiap lantai di Gereja Ayam memiliki cerita dan makna tersendiri. Lantai dua Gereja Ayam berupa aula besar tanpa tiang penyangga dilengkapi kursi-kursi panjang dan panggung yang terletak di bagian ujung. Terdapat pula pohon kehidupan dengan kartu-kartu doa dan pesan. Bukan pohon sungguhan, hanya artifisial sebagai perlambang/simbol. Setiap pengunjung diperbolehkan mengambil masing-masing satu kartu dari pohon kehidupan.
 |
Aula |
 |
Pohon Kehidupan |
Lantai ketiga dipenuhi mural bergambar pesan anti narkoba dan bahaya merokok bagi generasi bangsa. Hal tersebut tidak mengherankan sebab dulunya Gereja Ayam pernah berfungsi sebagai panti rehabilitasi bagi pecandu narkoba.
 |
Lantai 3 |
Lantai keempat juga masih dipenuhi mural. Kali ini bergambar pakaian adat dari beberapa daerah di Indonesia. Menggambarkan keanekaragaman budaya Indonesia.
 |
Lantai 4 |
Mural di lantai lima bergambar gunung-gunung dan beberapa tempat wisata yang berada di sekitar Bukit Rhema. Dari lantai lima ini kita bisa melihat bagian ekor merpati dengan cukup jelas.
 |
Tampak ekor merpati |
 |
Lantai 5 |
Bagian mulut merpati ada di lantai enam. Tidak ada mural di lantai ini, hanya sebuah televisi layar datar yang menayangkan potongan adegan dari film AADC 2 saat Rangga dan Cinta berada di puncak Gereja Ayam. Potongan adegan ini diputar berkali-kali sepanjang hari selama jam buka.
 |
View dari mulut merpati |
Sebuah tangga putar besi menghubungkan lantai enam dan tujuh. Cukup curam jadi harus berhati-hati saat melangkah. Lantai tujuh atau puncak adalah mahkota merpati bila dilihat dari kejauhan. Dari sini kita bisa melihat pemandangan di sekitar Bukit Rhema. Cukup terik kala itu jadi kami pun tidak berlama-lama. Kurasa waktu terbaik berkunjung memang pagi-pagi benar atau sore hari. Saat pagi buta, kita bisa melihat matahari terbit seperti yang ada di film. Dan saat sore, semburat warna langit senja tentu tak kalah indahnya. Dan minimal tidak perlu merasa silau karena teriknya matahari.
 |
Lantai 7 |
 |
Ekor merpati |
 |
Borobudur di kejauhan |
 |
Silau sekali 😌 |
 |
Secerah itu langitnya |
Setelah mengunjungi setiap lantai di Gereja Ayam, kami menuju restoran yang berada di bagian ekor merpati. Kedai Bukit Rhema nama restorannya. Kami menukar voucher singkong goreng gratis dan memesan minuman dingin. Sayang sekali menu ketan nangka yang ingin sekali kucicipi habis.
 |
Kedai Bukit Rhema |
 |
Singkong goreng |
Bonus foto-foto yang ada di bawah pelataran utama Gereja Ayam. Untuk menuju ke sana bisa kembali lewat pintu masuk lalu turun ke sebelah kiri Gereja Ayam.
 |
Kisah penyaliban Yesus |
Menikmati hidangan kedai dengan view hijau perbukitan menjadi penutup kunjungan kami di Gereja Ayam hari itu. Kami pun beranjak, bersiap untuk perjalanan berikutnya.
 |
Sampai jumpa lagi, Bukit Rhema |