Aku mengingat obrolan bersama seorang kawan pada suatu sore yang sendu. Kami pernah menjumpai manusia yang serupa meski bukan orang yang sama. Dan obrolan sore itu pun mengalir.
Bukankah aneh, ketika kita terbiasa membantu menjalankan kewajiban seseorang lalu orang yang punya kewajiban tidak merasa sungkan dan malah merasa itu sudah seharusnya? Namun ketika kita tidak lagi mau melakukannya, orang-orang itu sibuk berteriak kita jahat.
Ya, kupikir itu memang aneh. Tapi nyatanya itu memang bisa terjadi. Dan itu bisa menimpa siapa saja.
Ketika seseorang terbiasa dengan kemudahan-kemudahan dalam hidupnya, terbiasa dibantu, tanpa menyadari bahwa kewajibannya sudah dijalankan oleh orang lain dengan maksud membantu tapi malah dianggap sebagai 'memang semestinya begitu'. Lalu ketika seseorang itu dihadapkan pada kenyataan yang sesungguhnya, dia berusaha mencari pembenaran-pembenaran untuk dirinya sendiri. Berkeras seolah kita lah yang jahat hingga kita pun hampir percaya bahwa kita benar-benar jahat. Sungguh tidak adil.
Batasan.
Kami ~aku dan kawanku~ bersepakat dalam hal ini bahwa menerapkan batasan pada orang-orang seperti itu adalah sesuatu yang penting. Pada awalnya mereka mungkin akan berisik sekali. Berkata kita jahat, tidak mau mengerti, atau egois sekali. Mereka mungkin juga marah. Hubungan mungkin memburuk tapi kurasa itu tidak apa-apa. Kita tidak harus menyenangkan semua orang. Kupikir mereka harus tahu, bahwa kita juga punya hak yang sama dan bukan kewajiban kita untuk terus menerus membantu. Seperti halnya mereka ingin dimaklumi, kita pun boleh merasa ingin dimengerti. Cukup adil kan?
Obrolan kami berakhir dengan kesepakatan itu. Kami sepakat untuk belajar memberi batasan demi menjaga kewarasan diri sendiri. Bukankah menjaga dan mencintai diri sendiri dengan baik adalah kewajiban kita yang sesungguhnya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar