Adeng-adeng ente betete
Laun belah jembung batu
Adeng-adeng ente bepesek
Laun terengah isik aku
~pantun (Sasak)
[ L O M B O K, 2 0 1 9 ]
Pantun di atas adalah salah satu yang tersisa dari ingatan ketika masih bersekolah di Lombok, pulau kecil nan eksotik yang menyimpan banyak kenangan untukku. Alhamdulillah September 2019 berkesempatan mengunjungi kembali Pulau Lombok. Kali ini bersama suami.
Tidak banyak yang mampu ku ingat.
Tapi ternyata banyak yang masih mengingatku, mengingat masa kecilku. Mbak Kiki,
anaknya Bu Guru Rusmini, begitu yang tinggal di ingatan mereka. Mengunjungi
beberapa teman mendiang Ibu dan tempat yang dulu sering kusinggahi perlahan
memunculkan memori masa kecil yang samar-samar. Ah, tempat itu sudah banyak
berubah.
[ S A D E ]
![]() |
Sade. Desa dengan penduduk asli
Suku Sasak adalah destinasi yang paling ingin kukunjungi kali ini. Aku ingin
melihat secara langsung bagaimana kebudayaan Suku Sasak, tak hanya sekadar bisa
bahasanya.
Berlokasi di Kabupaten Lombok
Tengah, Desa Sade mudah dijumpai karena berada di tepi jalan raya dengan
bangunan rumah-rumah yang bentuknya khas. Memasuki gapura Desa Sade kami
disambut guide dari desa setempat. Pada
saat kami datang, Sade sedang sepi. Belakangan kami tahu dari cerita mas guide kalau sebagian penduduknya sedang
melakukan ‘memare made’ (semoga tidak salah ingat istilahnya), sebuah adat yang
dilakukan rutin satu tahun sekali. Memare made adalah kegiatan semacam piknik
untuk me-refresh jiwa dan raga, lahir
dan batin dengan menginap di pantai Kuta. Mas guide (~terlalu asyik mengobrol sampai kami bahkan lupa menanyakan
siapa nama guide kami waktu itu)
memaparkan sejarah singkat Desa Sade dan beberapa hal lain sebelum mengajak kami berkeliling.
Desa Sade memiliki bangunan rumah
tradisional sebanyak 150 dengan satu kepala keluarga di tiap rumah. Rumah-rumah
di Sade memiliki bentuk dan tata ruang yang serupa. Rumah dibuat dengan
kerangka kayu, berdinding anyaman bambu, beratap alang-alang kering, dan
berlantai tanah liat yang dipadatkan. Hal unik dari perawatan rumah di Sade
adalah lantai dipel dengan menggunakan kotoran kerbau. Jangan dibayangkan
lantainya akan bau kotoran ya, karena sama sekali tidak tercium bau kotoran
saat kami memasuki rumah. Mengapa harus memakai kotoran kerbau? Kotoran kerbau
dipercaya dapat menghilangkan debu, membuat lantai lebih halus, mengusir
serangga serta menjaga rumah tetap hangat saat cuaca dingin dan tetap sejuk
ketika cuaca panas.
rumah tradisional |
Tata ruang rumah di Sade pun
serupa benar. Begitu membuka pintu, akan dijumpai sebuah ruangan yang biasa
digunakan untuk tidur kaum lelaki penghuni rumah. Terpisah sedikit lebih ke
atas terdapat dapur dan tepat di sebelah dapur terdapat sebuah ruangan yang
difungsikan sebagai kamar anak gadis dari keluarga di rumah tersebut.
bagian dalam rumah |
Anak gadis dijaga benar, diberi
tempat paling dalam di rumah. Meski begitu, tetap saja anak gadis akan dicuri/diculik.
Dalam adat Sasak dikenal istilah ‘kawin lari’ yaitu ketika laki-laki dan perempuan
saling mencintai serta bersedia untuk menikah maka sang perempuan harus diculik/dibawa
lari terlebih dahulu oleh sang laki-laki dan diinapkan di rumah
keluarga/kerabat pihak laki-laki. Bila telah diculik/dibawa lari , maka wajib
hukumnya untuk menikahkan keduanya. Pernikahan
biasanya dilakukan antar penduduk Desa Sade itu sendiri. Maka boleh dikatakan
penduduk Sade semuanya bersaudara.
Meneruskan berkeliling mas guide menunjuk sebuah pohon tanpa daun
dan menceritakan bahwa pohon itu bernama pohon cinta. Katanya, pohon itu sering
dijadikan meeting point laki-laki dan
perempuan Desa Sade yang sedang dimabuk asmara. Entah kenapa mas guide malah semangat banget mau motoin
kami di pohon cinta. Ya kan aku seneng :p
pohon cinta |
Puas berkeliling rumah sekaligus
mengenal adat budaya Sasak, kami diajak berkeliling lagi. Di Sade sebagian
besar penduduknya adalah petani, sedangkan kaum perempuan lebih banyak membuat
kerajinan dan menenun kain. Kami berkesempatan untuk mencoba alat tenun kain
tradisional di Sade meskipun tidak memakai dengan sebenarnya. Takut merusak
pola kain yang sedang ditenun karena sepertinya rumit sekali. Selain menjual
kain tenun, terdapat pula cinderamata yang lain seperti tas, kaos, outer tenun, gelang juga pernik-pernik
lain. Kami membeli gelang sebagai kenang-kenangan.
![]() |
mencoba alat tenun tradisional Sade |
Selesai sudah perjalanan kami
berkeliling di Desa Sade. Setelah selesai pun kami masih mengobrol asyik dengan
mas guide di berugak, sebuah bangunan
mirip pendopo panggung kecil yang sering digunakan masyarakat Lombok untuk
sekedar berkumpul dan bersantai. Karena sudah akan pamit, aku pun bertanya
tentang tarif/retribusi di Desa Sade dan kaget karena mas guide menjawab tak ada tarif khusus alias seikhlasnya bila ingin
memberi. Tak menyangka tempat wisata sepopuler Sade tak bertarif.
[ P A N T A I ]
Lombok dan pantai sepertinya
sulit dipisahkan. Dan Lombok terkenal dengan pantainya yang banyak dan indah. Selepas
dari Desa Sade, kami beranjak menuju Pantai Kuta. Melihat langsung penduduk
Desa Sade yang sedang melakukan adat ‘memare made’. Tak banyak yang bisa
diceritakan tentang pantai selain keindahannya, jadi mari nikmati (kembali)
beberapa foto pantai di Lombok yang kami kunjungi.
***
P.S: Selamat tahun baru 2020!
Tidak mudah ternyata kembali konsisten menulis dengan
kesibukan yang sekarang ini. Draft tulisan
sejak tahun 2019 baru bisa diteruskan kembali di awal tahun 2020. Bersyukur
akhirnya selesai :D