Kamis, 27 Desember 2012

3676 mdpl (2): dari stasiun hingga desa terakhir..



The Team...
Teja Ahsania. Teja, Teza, Tejo, Tissu, Eja, banyak sekali ternyata nama panggilannya. Gadis Bandung yang sekarang sedang bekerja di Malang ini wajahnya mirip sekali dengan mantan artis cilik, Tasya Kamila. Penyuka senja, teh dan segala macam gulali. Matanya akan membulat dan berbinar bila melihat gulali, arum manis, lolipop, dan sebangsanya. Ramah, lucuk, juga perhatian adalah sederet karakter yang dimilikinya. Setelah beberapa kali gagal bertemu karena jadwal yang bertabrakan, akhirnya takdir jualah yang mempertemukan kami dalam perjalanan hati kali ini :)


Nadia Indah. Aku memanggilnya Teh Nadia. Berasal dari Bengkulu, namun sejak SMA sudah tinggal di kota kembang, Bandung. Dan kini gadis berkulit putih dan bermata sipit ini sedang melanjutkan pendidikan S2-nya di ITB. Kesan pertama yang kutangkap saat berkenalan dengannya adalah pendiam. Namun kesan pertama itu luruh seiring perjalanan kami. Teh Nadia ternyata seru sekali. Celetukan-celetukannya sering membuat kami terpingkal-pingkal. Tim Jajablog, yang kami sepakati menjadi nama tim kami pun berawal dari salah satu celetukan Teh Nadia :D


next: Kang Dian, Mas David...
***
Pukul 07.00 aku menjejakkan kaki di Stasiun Kotabaru, Malang. Aku, Mella dan Nda pun harus berpisah disini. Mereka akan bergabung dengan rombongan Avtech. 

Aku menjadi orang pertama dari tim kami yang sampai di stasiun. Pesan singkat segera aku kirim ke semua anggota tim, sekedar memberitahukan bahwa aku sudah berada di TKP. Kereta yang membawa rombongan dari Bandung belum lagi tiba. Teza masih dalam perjalanan menuju stasiun. Sedangkan Mas David yang sudah tiba di Malang sejak semalam, sedang mandi. Setidaknya begitulah balasan dari pesan yang kukirimkan.

Tak berselang lama, aku melihat Teza celingak-celinguk di pintu masuk stasiun. Aku pun melambaikan tangan menandakan keberadaanku. Ah! Akhirnya kami bertemu juga. Di tengah obrolan seru kami berdua, rombongan dari Bandung pun tiba. Kang Andi, Kang Arai, Kang Dian dan Teh Nadia. Sepagi itu stasiun sudah penuh sekali. Mau di Lempuyangan, mau di Gubeng, mau di Kotabaru, semuanya dipenuhi oleh muda-mudi berkeril besar. Kami pun beranjak meninggalkan stasiun, mencari warung makan untuk sarapan sekaligus packing ulang. 

Tak membuang waktu, Kang Arai dan Kang Andi pun membongkar keril kami. Menata dan membagi siapa yang membawa apa. Aku sih jadi penonton saja ya. Serahkan semua pada ahlinya :p. Di tengah adegan menonton itu, telepon selulerku berbunyi. Mas David. Menanyakan keberadaan kami. Aku pun melihatnya di arah jam 12. Aku melambai. Mas David pun kemudian menghampiri kami.

Dan inilah kami, 7 orang yang akan bersama-sama mendaki tanah para dewa, tanah tertinggi di pulau Jawa, Semeru. Kang Andi, Kang Arai, Kang Dian, Teh Nadia, Teza, Mas David, dan aku. Kalau kalian fikir aku dan mereka semua sudah bertemu dan berkawan lama, kalian salah. Waktu itu, di Stasiun Kotabaru Malang, adalah kali pertamaku bertemu dengan mereka semua. Seru sekali bukan? :D

Dan bukan kami bertujuh saja kali itu yang memenuhi halaman warung makan tempat kami sarapan. Masih banyak kawan kami yang juga berada disana. Yah.. tidak semata-mata menyambut kedatangan kami sih..ehehe.. Ada yang ke Semeru juga tapi beda rombongan, ada pula yang memiliki destinasi yang tak kalah seru, Bromo. Apapun itu ya, mau ke Semeru, mau ke Bromo, bersama sahabat selalu seru :)


Dari Stasiun Kotabaru Malang kami harus naik angkot menuju Tumpang. Baru setelah itu, dari Tumpang kami akan menuju desa terakhir sekaligus basecamp, desa Ranupani. Tidak dibutuhkan waktu terlalu lama dari stasiun menuju Tumpang. Meski begitu, ada saja kejadian seru di waktu yang sesingkat itu. Di tengah perjalanan, keril-keril kami yang disusun di atas angkot mendadak runtuh, jatuh berantai. Beruntung jatuhnya ke arah samping bagian luar jalan, sehingga tidak terlalu mengganggu dan membahayakan pengguna jalan raya. Angkot pun berhenti. Para lelaki bersama pak supir bersama-sama bahu-membahu tolong-menolong *halah* membenahi dan menyusun keril kembali ke atas angkot. Perjalanan pun dilanjutkan lagi setelahnya.

Pasar Tumpang ramai sekali. Iya, pasar memang ramai. Tapi kali itu bukan hanya para pedagang dan pembeli saja yang meramaikan. Pendaki dengan keril-keril mereka mendominasi pemandangan. Ada yang duduk-duduk di pinggir jalan, entah menanti apa. Ada yang briefing bersama anggota rombongannya. Ada pula yang sudah nangkring di atas Jeep, siap meluncur ke Ranupani. Kami? Kami belum tau mau naik apa. Ehehe. Jeep sudah laku keras, kebanyakan sudah di booking oleh rombongan Avtech yang jumlahnya mencapai angka 1700an. Beruntung aku masih menyimpak nomor telepon Pak Laman, bapak yang menyewakan Jeep maupun truk untuk dipakai mengangkut para pendaki ke Ranupani. Maka ke rumah beliau lah kami kemudian bersama dua rombongan pendaki lain yang juga belum mendapat angkutan menuju Ranupani. Kami menyewa satu truk untuk dipakai 3 rombongan sekaligus.

Sesampainya di kediaman Pak Laman, sayang sekali semua truk masih di atas. Jadilah kami harus menunggu truk kembali. Dan sembari menunggu, kami mengurus perijinan lebih dahulu. Kang Andi mewakili tim kami mengurusnya. Sedangkan kami berenam? Kami menanti Kang Andi kembali dengan sepenuh hati di bawah pohon kersen yang rindang [dan berbuah :p].


Ijin sudah beres [terima kasih Kang Andi :D]. Truk pun datang. Hap-hap, keril-keril dinaikkan ke atas truk. Disusul para pemiliknya. Perjalanan menuju Ranupani pun dimulai. Dibutuhkan waktu sekitar 1,5 sampai 2 jam untuk sampai di Ranupani. Sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan yang indah, sangat indah. Jalan yang berkelok, perkebunan sayur, pohon-pohon besar, bukit hijau dengan kabut tipis [yang kadang tebal :p] menyelimuti. Eksotis romantis lah. Hujan yang sempat turun tak mengurangi barang sedikit keseruan perjalanan kami. Baru kali itu berdiri beramai-ramai di atas truk dan ditutup terpal pula. Seru sekali.



Ranupani


Setelah hampir 2 jam terguncang-guncang di dalam truk, sampailah kami di Ranupani. Ramai sekali disana. Bahkan sudah terlihat banyak tenda yang berdiri. 

Ranupani adalah desa terakhir sebelum jalur pendakian Semeru. Berada di kaki gunung menyebabkan suhu di desa ini kalau tidak sejuk ya dingin. Mungkin itulah sebabnya rata-rata penduduk di Ranupani terlihat selalu menyampirkan sarung di bahu. Mengusir dingin kah? Mungkin. Mata pencaharian penduduk di desa ini kebanyakan adalah sebagai petani sayuran. Tak heran bila sepanjang perjalanan menuju desa ini terlihat bentang perkebunan sayur yang sangat luas dan rapi.

Ditilik dari namanya, Ranupani seharusnya memiliki danau [Ranu=danau, telaga]. Dan benar saja, di Ranupani terdapat sebuah danau yang cukup besar. Mungkin bila dilihat dari atas, Ranupani akan terlihat seperti kue donat raksasa yang indah. Dengan danau Ranupani sebagai bulatan tengah donat, dan bukit yang mengelilingi danau sebagai pinggiran. Dan Gunung Semeru sebagai latarnya. Ah! Indah sekali kawan. Tapi itu hanya imajinasiku kawan. Kata Kang Andi, bentuk danau di Ranupani lebih menyerupai daun telinga bila dilihat dari atas :D

Registrasi ulang sudah dilakukan. Gerimis. Melihat kondisi cuaca dan fisik yang cukup lelah, kami sepakat melakukan pendakian esok hari. Malam ini kami akan bermalam di Ranupani.

Tenda didirikan. Hari mulai gelap. Dan gerimis kecil masih setia menemani. Setelah semuanya beres, kami bertujuh menuju warung makan terdekat. Mengisi perut yang sudah meronta. Wajar saja, terakhir makan kan pagi tadi. Makan bersama sahabat dengan menu nasi rawon maupun soto dengan ditemani segelas teh hangat di tengah gerimis rasanya nikmat sekali. Bahagia itu sederhana ya. Ah! Bahkan aku sudah kangen kalian semua hanya dengan mengingatnya begini >.<

Selesai makan, kami beranjak menuju tenda. Briefing sebentar sebelum tidur. Udara cukup dingin untuk dilewatkan oleh briefing saja. Maka kami pun membuat Milo panas dan juga kopi khas Banyuwangi yang dibawa Mas David [kopinya enaaaakk >.<]. Dilengkapi dengan mie kremes hasil olah tangan Teh Nadia, lengkap sudah bekal briefing kami.

Setengah jam berlalu [atau mungkin lebih], briefing pun usai. Setelah melakukan sedikit persiapan untuk besok pagi, kami pun beranjak tidur. Siap menjemput esok hari. Menyambut hari dimana kami akan bersama-sama melakukan perjalanan. Bukan sekedar mendaki, namun juga sebuah perjalanan hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar