The Team...
Teja Ahsania. Teja, Teza, Tejo, Tissu, Eja, banyak sekali
ternyata nama panggilannya. Gadis Bandung yang sekarang sedang bekerja di
Malang ini wajahnya mirip sekali dengan mantan artis cilik, Tasya Kamila.
Penyuka senja, teh dan segala macam gulali. Matanya akan membulat dan berbinar
bila melihat gulali, arum manis, lolipop, dan sebangsanya. Ramah, lucuk, juga
perhatian adalah sederet karakter yang dimilikinya. Setelah beberapa kali gagal
bertemu karena jadwal yang bertabrakan, akhirnya takdir jualah yang
mempertemukan kami dalam perjalanan hati kali ini :)
Nadia Indah. Aku memanggilnya Teh Nadia. Berasal dari
Bengkulu, namun sejak SMA sudah tinggal di kota kembang, Bandung. Dan kini
gadis berkulit putih dan bermata sipit ini sedang melanjutkan pendidikan S2-nya
di ITB. Kesan pertama yang kutangkap saat berkenalan dengannya adalah pendiam.
Namun kesan pertama itu luruh seiring perjalanan kami. Teh Nadia ternyata seru
sekali. Celetukan-celetukannya sering membuat kami terpingkal-pingkal. Tim
Jajablog, yang kami sepakati menjadi nama tim kami pun berawal dari salah satu
celetukan Teh Nadia :D
next: Kang Dian, Mas David...
***
Pukul 07.00 aku menjejakkan kaki di Stasiun Kotabaru,
Malang. Aku, Mella dan Nda pun harus berpisah disini. Mereka akan bergabung
dengan rombongan Avtech.
Aku menjadi orang pertama dari tim kami yang sampai di
stasiun. Pesan singkat segera aku kirim ke semua anggota tim, sekedar
memberitahukan bahwa aku sudah berada di TKP. Kereta yang membawa rombongan
dari Bandung belum lagi tiba. Teza masih dalam perjalanan menuju stasiun.
Sedangkan Mas David yang sudah tiba di Malang sejak semalam, sedang mandi. Setidaknya
begitulah balasan dari pesan yang kukirimkan.
Tak berselang lama, aku melihat Teza celingak-celinguk di
pintu masuk stasiun. Aku pun melambaikan tangan menandakan keberadaanku. Ah!
Akhirnya kami bertemu juga. Di tengah obrolan seru kami berdua, rombongan dari
Bandung pun tiba. Kang Andi, Kang Arai, Kang Dian dan Teh Nadia. Sepagi itu
stasiun sudah penuh sekali. Mau di Lempuyangan, mau di Gubeng, mau di Kotabaru,
semuanya dipenuhi oleh muda-mudi berkeril besar. Kami pun beranjak meninggalkan
stasiun, mencari warung makan untuk sarapan sekaligus packing ulang.
Tak membuang waktu, Kang Arai dan Kang Andi pun membongkar
keril kami. Menata dan membagi siapa yang membawa apa. Aku sih jadi penonton
saja ya. Serahkan semua pada ahlinya :p. Di tengah adegan menonton itu, telepon
selulerku berbunyi. Mas David. Menanyakan keberadaan kami. Aku pun melihatnya
di arah jam 12. Aku melambai. Mas David pun kemudian menghampiri kami.
Dan inilah kami, 7 orang yang akan bersama-sama mendaki
tanah para dewa, tanah tertinggi di pulau Jawa, Semeru. Kang Andi, Kang Arai,
Kang Dian, Teh Nadia, Teza, Mas David, dan aku. Kalau kalian fikir aku dan
mereka semua sudah bertemu dan berkawan lama, kalian salah. Waktu itu, di
Stasiun Kotabaru Malang, adalah kali pertamaku bertemu dengan mereka semua.
Seru sekali bukan? :D
Dan bukan kami bertujuh saja kali itu yang memenuhi halaman
warung makan tempat kami sarapan. Masih banyak kawan kami yang juga berada
disana. Yah.. tidak semata-mata menyambut kedatangan kami sih..ehehe.. Ada yang
ke Semeru juga tapi beda rombongan, ada pula yang memiliki destinasi yang tak
kalah seru, Bromo. Apapun itu ya, mau ke Semeru, mau ke Bromo, bersama sahabat
selalu seru :)
Dari Stasiun Kotabaru Malang kami harus naik angkot menuju
Tumpang. Baru setelah itu, dari Tumpang kami akan menuju desa terakhir
sekaligus basecamp, desa Ranupani. Tidak dibutuhkan waktu terlalu lama dari
stasiun menuju Tumpang. Meski begitu, ada saja kejadian seru di waktu yang
sesingkat itu. Di tengah perjalanan, keril-keril kami yang disusun di atas
angkot mendadak runtuh, jatuh berantai. Beruntung jatuhnya ke arah samping
bagian luar jalan, sehingga tidak terlalu mengganggu dan membahayakan pengguna
jalan raya. Angkot pun berhenti. Para lelaki bersama pak supir bersama-sama
bahu-membahu tolong-menolong *halah* membenahi dan menyusun keril kembali ke
atas angkot. Perjalanan pun dilanjutkan lagi setelahnya.
Pasar Tumpang ramai sekali. Iya, pasar memang ramai. Tapi
kali itu bukan hanya para pedagang dan pembeli saja yang meramaikan. Pendaki
dengan keril-keril mereka mendominasi pemandangan. Ada yang duduk-duduk di
pinggir jalan, entah menanti apa. Ada yang briefing bersama anggota
rombongannya. Ada pula yang sudah nangkring di atas Jeep, siap meluncur ke
Ranupani. Kami? Kami belum tau mau naik apa. Ehehe. Jeep sudah laku keras,
kebanyakan sudah di booking oleh rombongan Avtech yang jumlahnya mencapai angka
1700an. Beruntung aku masih menyimpak nomor telepon Pak Laman, bapak yang
menyewakan Jeep maupun truk untuk dipakai mengangkut para pendaki ke Ranupani.
Maka ke rumah beliau lah kami kemudian bersama dua rombongan pendaki lain yang
juga belum mendapat angkutan menuju Ranupani. Kami menyewa satu truk untuk
dipakai 3 rombongan sekaligus.
Sesampainya di kediaman Pak Laman, sayang sekali semua truk
masih di atas. Jadilah kami harus menunggu truk kembali. Dan sembari menunggu,
kami mengurus perijinan lebih dahulu. Kang Andi mewakili tim kami mengurusnya.
Sedangkan kami berenam? Kami menanti Kang Andi kembali dengan sepenuh hati di
bawah pohon kersen yang rindang [dan berbuah :p].
Ijin sudah beres [terima kasih Kang Andi :D]. Truk pun
datang. Hap-hap, keril-keril dinaikkan ke atas truk. Disusul para pemiliknya.
Perjalanan menuju Ranupani pun dimulai. Dibutuhkan waktu sekitar 1,5 sampai 2
jam untuk sampai di Ranupani. Sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan
yang indah, sangat indah. Jalan yang berkelok, perkebunan sayur, pohon-pohon
besar, bukit hijau dengan kabut tipis [yang kadang tebal :p] menyelimuti.
Eksotis romantis lah. Hujan yang sempat turun tak mengurangi barang sedikit
keseruan perjalanan kami. Baru kali itu berdiri beramai-ramai di atas truk dan
ditutup terpal pula. Seru sekali.
Setelah hampir 2 jam terguncang-guncang di dalam truk, sampailah
kami di Ranupani. Ramai sekali disana. Bahkan sudah terlihat banyak tenda yang
berdiri.
Ranupani adalah desa terakhir sebelum jalur pendakian
Semeru. Berada di kaki gunung menyebabkan suhu di desa ini kalau tidak sejuk ya
dingin. Mungkin itulah sebabnya rata-rata penduduk di Ranupani terlihat selalu
menyampirkan sarung di bahu. Mengusir dingin kah? Mungkin. Mata pencaharian
penduduk di desa ini kebanyakan adalah sebagai petani sayuran. Tak heran bila
sepanjang perjalanan menuju desa ini terlihat bentang perkebunan sayur yang
sangat luas dan rapi.
Ditilik dari namanya, Ranupani seharusnya memiliki danau
[Ranu=danau, telaga]. Dan benar saja, di Ranupani terdapat sebuah danau yang
cukup besar. Mungkin bila dilihat dari atas, Ranupani akan terlihat seperti kue
donat raksasa yang indah. Dengan danau Ranupani sebagai bulatan tengah donat,
dan bukit yang mengelilingi danau sebagai pinggiran. Dan Gunung Semeru sebagai
latarnya. Ah! Indah sekali kawan. Tapi itu hanya imajinasiku kawan. Kata Kang Andi, bentuk danau di Ranupani lebih menyerupai daun telinga bila dilihat dari atas :D
Registrasi ulang sudah dilakukan. Gerimis. Melihat kondisi
cuaca dan fisik yang cukup lelah, kami sepakat melakukan pendakian esok hari.
Malam ini kami akan bermalam di Ranupani.
Tenda didirikan. Hari mulai gelap. Dan gerimis kecil masih
setia menemani. Setelah semuanya beres, kami bertujuh menuju warung makan
terdekat. Mengisi perut yang sudah meronta. Wajar saja, terakhir makan kan pagi
tadi. Makan bersama sahabat dengan menu nasi rawon maupun soto dengan ditemani
segelas teh hangat di tengah gerimis rasanya nikmat sekali. Bahagia itu
sederhana ya. Ah! Bahkan aku sudah kangen kalian semua hanya dengan
mengingatnya begini >.<
Selesai makan, kami beranjak menuju tenda. Briefing sebentar
sebelum tidur. Udara cukup dingin untuk dilewatkan oleh briefing saja. Maka
kami pun membuat Milo panas dan juga kopi khas Banyuwangi yang dibawa Mas David
[kopinya enaaaakk >.<]. Dilengkapi dengan mie kremes hasil olah tangan
Teh Nadia, lengkap sudah bekal briefing kami.
Setengah jam berlalu [atau mungkin lebih], briefing pun
usai. Setelah melakukan sedikit persiapan untuk besok pagi, kami pun beranjak
tidur. Siap menjemput esok hari. Menyambut hari dimana kami akan bersama-sama
melakukan perjalanan. Bukan sekedar mendaki, namun juga sebuah perjalanan hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar