Minggu, 25 Desember 2011

[tak] malu (aku) jadi orang Indonesia


Waktu itu aku kelas 2 SMP. Didaulat mewakili sekolah untuk mengikuti lomba baca puisi. Salah satu puisi karya Taufiq Ismail kala itu yang dipilih untuk kubawakan. Saat itu aku tak begitu paham makna apa dibalik puisi yang akan kubawakan. Tapi sekarang, setelah aku membacanya lagi, ASTAGA...

Malu (aku) Jadi Orang Indonesia
I
Ketika di Pekalongan, SMA kelas tiga
Ke Wisconsin aku dapat beasiswa
Sembilan belas lima enam itulah tahunnya
Aku gembira jadi anak revolusi Indonesia
Negeriku baru enam tahun terhormat diakui dunia
Terasa hebat merebut merdeka dari Belanda
Sahabatku sekelas, Thomas Stone namanya,
Whitefish Bay kampung asalnya
Kagum dia pada revolusi Indonesia
Dia mengarang tentang pertempuran Surabaya
Jelas Bung Tomo sebagai tokoh utama
Dan kecil-kecilan aku nara-sumbernya
Dadaku busung jadi anak Indonesia
Tom Stone akhirnya masuk West Point Academy
Dan mendapat Ph.D. dari Rice University
Dia sudah pensiun perwira tinggi dari U.S. Army
Dulu dadaku tegap bila aku berdiri
Mengapa sering benar aku merunduk kini
II
Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
Hukum tak tegak, doyong berderak-derak
Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, ebuh Tun Razak,
Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
Berjalan aku di Dam, Champs Élysées dan Mesopotamia
Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
Dan kubenamkan topi baret di kepala
Malu aku jadi orang Indonesia.
III
Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor satu,
Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi
berterang-terang curang susah dicari tandingan,
Di negeriku anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupu
dan cucu dimanja kuasa ayah, paman dan kakek
secara hancur-hancuran seujung kuku tak perlu malu,
Di negeriku komisi pembelian alat-alat berat, alat-alat ringan,
senjata, pesawat tempur, kapal selam, kedele, terigu dan
peuyeum dipotong birokrasi
lebih separuh masuk kantung jas safari,
Di kedutaan besar anak presiden, anak menteri, anak jenderal,
anak sekjen dan anak dirjen dilayani seperti presiden,
menteri, jenderal, sekjen dan dirjen sejati,
agar orangtua mereka bersenang hati,
Di negeriku penghitungan suara pemilihan umum
sangat-sangat-sangat-sangat-sangat jelas
penipuan besar-besaran tanpa seujung rambut pun bersalah perasaan,
Di negeriku khotbah, surat kabar, majalah, buku dan
sandiwara yang opininya bersilang tak habis
dan tak utus dilarang-larang,
Di negeriku dibakar pasar pedagang jelata
supaya berdiri pusat belanja modal raksasa,
Di negeriku Udin dan Marsinah jadi syahid dan syahidah,
ciumlah harum aroma mereka punya jenazah,
sekarang saja sementara mereka kalah,
kelak perencana dan pembunuh itu di dasar neraka
oleh satpam akhirat akan diinjak dan dilunyah lumat-lumat,
Di negeriku keputusan pengadilan secara agak rahasia
dan tidak rahasia dapat ditawar dalam bentuk jual-beli,
kabarnya dengan sepotong SK
suatu hari akan masuk Bursa Efek Jakarta secara resmi,
Di negeriku rasa aman tak ada karena dua puluh pungutan,
lima belas ini-itu tekanan dan sepuluh macam ancaman,
Di negeriku telepon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja,
fotokopi gosip dan fitnah bertebar disebar-sebar,
Di negeriku sepakbola sudah naik tingkat
jadi pertunjukan teror penonton antarkota
cuma karena sebagian sangat kecil bangsa kita
tak pernah bersedia menerima skor pertandingan
yang disetujui bersama,
Di negeriku rupanya sudah diputuskan
kita tak terlibat Piala Dunia demi keamanan antarbangsa,
lagi pula Piala Dunia itu cuma urusan negara-negara kecil
karena Cina, India, Rusia dan kita tak turut serta,
sehingga cukuplah Indonesia jadi penonton lewat satelit saja,
Di negeriku ada pembunuhan, penculikan
dan penyiksaan rakyat terang-terangan di Aceh,
Tanjung Priuk, Lampung, Haur Koneng,
Nipah, Santa Cruz dan Irian,
ada pula pembantahan terang-terangan
yang merupakan dusta terang-terangan
di bawah cahaya surya terang-terangan,
dan matahari tidak pernah dipanggil ke pengadilan sebagai
saksi terang-terangan,
Di negeriku budi pekerti mulia di dalam kitab masih ada,
tapi dalam kehidupan sehari-hari bagai jarum hilang
menyelam di tumpukan jerami selepas menuai padi.
IV
Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
Hukum tak tegak, doyong berderak-derak
Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak,
Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
Berjalan aku di Dam, Champs Élysées dan Mesopotamia
Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
Dan kubenamkan topi baret di kepala
Malu aku jadi orang Indonesia.

Tapi mau bagaimanapun, ini negeriku. Aku mencintai negeriku. Aku cinta Indonesia. Berusaha berjuang dengan caraku sendiri untuk kebaikan negeri. Dan tentu saja berusaha agar tak malu aku jadi orang Indonesia.
Mari berkarya untuk Indonesia!

Sabtu, 24 Desember 2011

tentang pilihan

" hidup selalu menawarkan pilihan..tersenyum atau marah..memaafkan atau membalas..mencintai atau membenci..bersyukur atau mengeluh..berharap atau putus asa..
tidak ada pilihan yang tanpa konsekuensi..namun Allah selalu memberi yang terbaik..
rencana kita boleh indah..tapi rencana Allah yang terindah..hidup kita mungkin baik-baik saja..tapi hidup bersama Allah lebih sempurna.."
[din.01-11-2011]


yap. hidup ini tentang pilihan kawan. tak sedetikpun dari hidup yang kita lewati tanpa membuat sebuah pilihan.jadi, ayo buat hidup kita lebih baik dengan memilih yang baik pula.. :)

Jumat, 16 Desember 2011

until the end


Don't change the way you think of me
We're from the same story
Life moves on, can't stay the same
For some of us, i'm worried

While some have gone their separate ways

Theres some still caught up with the past instead
But move on, you're missing most of your life
They say its hard to stay the same
When some fail, while other men seem to gain, my friend
I'll be with you here until the end
[until the end-A7X]

Salah satu lagu favorit kita :)
Bersyukur atas usia yang masih diberi. Atas nafas yang masih berhembus. Atas semua keindahan dalam hidupku. Bersyukur atas duka yang selalu penuh hikmah. Atas luka yang membuatku mengenal kata pantang menyerah..
Bersyukur karena mengenalmu, kawan.. :)

Minggu, 04 Desember 2011

kertas.daur.ulang.


Tak perlu bensin pula kayu bakar itu. Cukup kau saja. Api. Sudah membakarku. Sempurna.
Tak perlu penghiburan indahnya bulan. Cukup kau saja. Malam. Sudah menebas indahnya senjaku. Kelam.
Tak perlu fatamorgana oase itu. Cukup kau saja. Gersang. Sudah menenggak habis tawaku.  Hilang.
Tak sedikit langit menumpahkan hujan. Menghapus sedu sedan. Mengganti tawa yang ditelan gersang.
Beribu pagi menjelang. Mengganti pekatnya malam. Menanti anggun cakrawala senja datang.
Keringnya hati kadang tak menyadari hadirnya hujan.
Gelapnya jiwa kadang tak memaknai terangnya pagi.
Maka disinilah aku sekarang.
Menjejak malam. Menantang gersang.
Memungut abu. Berdiri perlahan. Meniti jejak pertama. Menjadikannya kembali ada.
Kertas daur ulang...