Sabtu, 27 Mei 2023

Funiculi Funicula




Apa yang kali pertama kamu pikirkan saat mendengar ada kedai kopi yang bisa membawa ke masa lalu? Mungkin kamu tertarik mencoba. Tetapi bagaimana jika kamu tidak bisa mengubah masa depan meskipun sudah berhasil kembali masa lalu?

Mungkin kamu akan berpikir ulang. Apa gunanya kembali jika tidak ada yang berubah? Tapi tetap saja, ada sebagian orang yang ingin kembali. Dan mereka pun datang, ke Funiculi Funicula.

Funiculi Funicula adalah sebuah kafe/kedai kopi yang menurut legenda urban bisa membawa seseorang kembali ke masa lalu. Juga masa depan. Ada beberapa syarat yang harus diketahui oleh orang yang akan melakukan perjalanan waktu. 

Pertama, orang yang bisa ditemui di masa lalu hanyalah orang yang pernah datang ke kafe ini. Kedua, seberapa keras pun kau berupaya di masa lalu, kau tidak akan bisa mengubah kenyataan di masa kini. Ketiga, kau harus duduk di kursi tertentu untuk kembali ke masa lalu. Namun, kursi itu telah diduduki oleh seseorang. Kau hanya bisa duduk di situ ketika orang tersebut ke toilet. Ia selalu ke toilet satu kali setiap hari, tetapi tak ada yang tahu kapan tepatnya. Keempat, ketika berada di masa lalu, kau tidak boleh meninggalkan kursi tersebut kalau tidak mau ditarik paksa ke masa kini. Kelima, kau hanya bisa kembali ke masa lalu setelah kopi dituangkan ke cangkir dan waktu kunjunganmu hanya sampai sebelum kopinya dingin.

Ada beberapa cerita di buku ini. Tentang sepasang kekasih, suami dan istri, kakak dan adik, juga ibu dan anak. Semua kisah terasa hangat dan menyentuh hati. Meski begitu, yang paling menyentuh bagiku adalah kisah tentang suami dan istri. 

Buku ini membuat kita melihat beberapa hal. Kembali ke masa lalu tidak selalu tentang mengubah yang terjadi di masa kini, tapi bagaimana perasaan kita berubah dalam memandang apa yang terjadi. Mengurai kesalahpahaman, memandang dari sudut pandang yang lain, juga memahami dengan lebih baik apa yang tidak kita pahami sebelumnya. Dengan begitu, perasaan kita akan membaik dan lebih hangat.

Aku selalu mengagumi penulis dengan ide-ide tak biasa dan menuliskannya dengan luar biasa baiknya. Dan kurasa, Toshikazu Kawaguchi ~penulis buku ini~ , adalah salah satunya.

Buku pertama


Buku kedua


Kamis, 23 Februari 2023

Bapak Budi, Budi, dan Sihirnya



Itu Bapak Budi. Dia seorang petani tua yang tinggal di desa penyihir Sukasakti. Selain karena alamnya yang indah, Sukasakti termasyhur karena melahirkan banyak penyihir ternama dan bertalenta. Sayangnya, Bapak Budi terlahir tanpa keahlian sihir. Beruntung Bapak Budi menikah dengan penyihir, berharap Budi, anaknya, bisa menjadi penyihir juga.

Memasuki usia sekolah, kemampuan sihir Budi belum juga nampak. Bapak Budi mulai khawatir. Tapi Bapak Budi tetap memasukkan Budi ke sekolah sihir. Bapak Budi berkeras bahwa Budi memiliki kemampuan sihir seperti ibunya yang telah meninggal.

Sekian waktu bersekolah, Budi tetap tidak bisa mengikuti pelajaran praktik sihir karena kemampuannya yang tak kunjung muncul. Pernah suatu ketika saat akan mengikuti ujian praktik sihir, Bapak Budi meminta tolong pada Ani, teman sekelas Budi yang juga tetangga mereka, untuk melatih Budi. Tapi Ani menolaknya.

Bapak Budi sedih melihat Budi mengkhawatirkan ujiannya esok hari. Nekat, Bapak Budi membuka Buku Sihir Umum milik mendiang istrinya. Mencari sihir yang sepertinya mudah tapi cukup untuk meloloskan Budi di ujian praktik.

Besoknya, hari ujian pun tiba. Budi berangkat dengan percaya diri.
"Kau akan mempraktikkan sihir apa hari ini, Budi?" tanya guru penguji.
"Sihir mengubah buku pelajaran ini menjadi kotak bekal, Bu," jawab Budi dengan yakin.
"Baik. Silakan dimulai."
Budi berkonsentrasi penuh dan mulai mengangkat tongkat sihirnya. Mencoba mengingat mantra yang diajarkan ayahnya. 
"Soiso..kuduiso..buku jadilah kotak bekal." Kabut kehijauan yang aneh muncul dari ujung tongkat sihir Budi. Makin lama kabut hijau itu makin besar dan memenuhi hampir seluruh ruangan. Saat kabut aneh itu mulai memudar, guru penguji heran karena Budi tidak ada di tempatnya semula. Yang tertinggal hanya tongkat sihir dan buku pelajaran yang terbuka. Guru penguji melongok dan melihat gambar wajah bingung Budi di dalam buku. Bukannya mengubah buku menjadi kotak bekal, Budi malah membuat dirinya sendiri terjebak di buku pelajaran.

***
Unggahan hari ke-28 #30haribercerita

Tema mengarang dengan tokoh Budi ini memang bikin senewen peserta #30haribercerita bahkan dari tahun sebelumnya 😆. Dan malah tahun ini Bapak Budi diajak pula. Rasanya puas ketika bisa menyambung kalimat acak yang diberikan menjadi cerita yang tidak terlalu dipaksakan. 



Perempuan dan Peta




Beberapa waktu lalu, suamiku menyelipkan Marauder's Map (Peta Perampok) di barisan koleksi buku-bukuku. Kejutan katanya. Tiruan Peta Perampok dalam film Harry Potter itu membuatku girang. Tentu secara fungsi tidak ada kegunaannya karena toh Hogwarts tidak nyata. Tapi hal itu bahkan tidak mengurangi kesenanganku.

Ngomong-ngomong soal peta, aku, seperti banyak perempuan lain tidak pandai membaca peta. Oke, jangan tersinggung kalau kamu perempuan yang pandai membaca peta. Di sini aku hanya akan mengatakan bahwa memang ada perbedaan kemampuan membaca peta antara laki-laki dan perempuan. 

Kecerdasan/kemampuan spasial diyakini berpengaruh pada kemampuan seseorang dalam membaca peta. Kemampuan spasial adalah kemampuan manusia untuk memahami, mengingat, membayangkan di dalam pikiran berbagai bentuk benda, dimensi, koordinat juga proporsinya. Kemampuan ini memungkinkan seseorang mudah mengingat wajah, gambar, juga memahami diagram ataupun peta.

Berdasarkan pemindaian otak, ditemukan bahwa lobus parietal pada laki-laki secara signifikan lebih besar dibanding yang dimiliki oleh perempuan. Lobus parietal inilah yang mengendalikan orientasi spasial atau pemahaman tentang ukuran, bentuk dan arah. Pada perempuan kemampuan spasial ini diproses di kedua belahan otaknya dan tidak memiliki lokasi spesifik, sehingga kemampuannya tidak sebaik laki-laki. Tapi hal ini juga yang memungkinkan perempuan lebih bisa multitasking serta cenderung lebih hafal detail dan informasi alih-alih fokus pada navigasi. Itulah sebabnya perempuan lebih baik dalam menemukan objek secara lokal dibanding laki-laki. Adil ya?

Jadi, jangan buru-buru kesal kalau teman perempuan atau pasanganmu tak pandai membaca peta. Yakinlah mereka sudah berusaha 🤭

***
Unggahan hari ke-23 #30haribercerita

The Art of Doing Nothing



Istilah itu sering aku gunakan dulu ketika sedang ingin bermalasan-malasan atau lagi mager sebutan jaman sekarang 🤭. Padahal sebenarnya istilah itu bisa bermakna lebih dalam. Sebuah keseimbangan, kalau boleh aku simpulkan.

Dalam bukunya yang berjudul The Art of Doing Nothing, Veronique Vienne menyebutkan bahwa tidak melakukan apa-apa (doing nothing) merupakan hal terbaik sebelum berkegiatan. Contohnya mengambil waktu 10 menit di pagi hari untuk tidak melakukan apa-apa, sarapan dengan santai, atau menikmati teh di tepi jendela. Momen doing nothing ini bisa membantu mengkondisikan mood, mengatur ritme, memberi jeda untuk istirahat juga mengisi energi kembali sebelum beraktifitas lagi. Yang tak kalah penting, doing nothing ini memberi kesempatan pada kita untuk secara sadar hadir utuh di momen sekarang.

Bagiku, momen doing nothing ini cukup efektif untuk memunculkan ide dan pemikiran tentang banyak hal. Ide menulis misalnya, seringkali muncul ketika aku sedang tidak melakukan apa-apa, saat hanya melihat-lihat rak buku, atau saat duduk diam selepas sholat. Lebih jauh, memikirkan tentang beberapa masalah, pencarian solusi, atau bagaimana merespon keadaan di luar sana biasanya akan lebih terang ketika kita sedang tidak melakukan apa-apa.

Tentu ini tidak bisa dijadikan alasan untuk bermalas-malasan seperti aku dulu 😝. Tapi tuntutan untuk selalu produktif juga berpotensi memicu stres. Jadi sepertinya doing nothing dalam porsi cukup adalah sebuah upaya untuk menciptakan keseimbangan.

***
Unggahan hari ke-20 #30haribercerita

Unggahan ini di-repost oleh akun @30haribercerita. Meski sadar bahwa itu hanya bonus, tak bisa dipungkiri rasanya memang menyenangkan 😆

Selasa, 21 Februari 2023

Di Penghujung Hari Itu





"Tidak perlu menjelaskan tentang dirimu kepada siapa pun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu. Dan yang membencimu tidak akan percaya itu." 
- Ali bin Abi Thalib -

Pernah kujumpai satu hari yang terasa panjang dan melelahkan. Di perjalanan pulang, tanpa sengaja aku bertemu seseorang yang sudah lama tak kujumpai. Dia menyapaku dan seolah mengerti apa yang terjadi, dia mengatakan hal-hal yang saat itu sangat aku butuhkan. Tak berlebihan, terdengar relevan dan menyejukkan.

Seringkali kita berada merasa perlu divalidasi atas apa yang kita lakukan. Meskipun sebenarnya hal itu tak selalu perlu. Karena sekali lagi, yang mengenal baik apa adanya kita akan mengerti, dan yang membenci akan sibuk mencari alasan untuk mencaci.

Di penghujung hari itu, aku pulang ke rumah dengan hati ringan. Menyadari betapa Allah begitu sayang. Karena betapapun banyak hal yang memberatkan, bila kita meminta, maka Allah akan mampukan dan beri jalan.

***
Unggahan hari ke-19 #30haribercerita

Aku masih ingat tentang hari itu. Bagaimana Allah secara instan berikan penghiburan lewat cara yang tak disangka-sangka. Saat pikiran benar-benar gaduh, hati benar-benar penuh. Tapi hanya dalam hitungan menit lewat perjumpaan dengan seorang yang berpikir bijaksana, Allah ringankan segalanya.

Bibliosmia


Sumber bibliosmia-ku


Siapa yang suka bau buku baru? Aku! 😆

Aku selalu antusias setiap kali membeli buku baru. Setelah disampul rapi, buku akan kudekatkan dengan hidung lalu kubuka cepat lembarannya seperti mesin penghitung uang agar aroma bukunya menguar.

Belakangan aku tahu kalau ada istilah untuk bau buku ini. Bibliosmia. Berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti "buku" dan "bau/aroma". Aroma pada buku ini muncul dari perpaduan berbagai senyawa kimia bahan pembuatan buku seperti kertas, tinta, juga perekat yang digunakan. Perbedaan bahan pembuatan kertas/buku yang digunakan akan menyebabkan aroma yang berbeda pula. Hal ini menjadikan aroma tiap-tiap buku bisa saja berbeda. Semakin lama umur sebuah buku, biasanya aromanya pun makin kuat.

Bibliosmia adalah pengalaman yang hanya dijumpai ketika membaca buku fisik. Pengalaman ini tidak akan didapatkan pada e-book atau buku elektronik. Mungkin ini salah satu alasan mengapa buku fisik masih digemari hingga kini.

Yang menarik adalah fakta bahwa aroma buku ternyata ditetapkan sebagai warisan budaya dunia non benda oleh UNESCO. Mantap!

***
Unggahan hari ke-16 #30haribercerita

Judul asli dalam unggahan adalah BBB [Bau Buku Baru]. Untuk beberapa alasan aku mengubah judulnya di unggahan blog.

Senin, 20 Februari 2023

Bagaimana Jika







"Jika Allah mengabulkan doaku, maka aku berbahagia. Tapi jika Allah tidak mengabulkan doaku, maka aku lebih berbahagia.
Karena yang pertama adalah pilihanku, sedangkan yang kedua adalah pilihan-Nya."
- Ali bin Abi Thalib -

Kalimat itu terasa indah saat pertama kali membacanya. Tapi bagaimana saat menjalaninya? Mudah bagi kita untuk bersyukur (dan berbahagia) ketika apa yang menjadi doa kita dikabulkan. Tapi bisakah kita tetap bersyukur (dan berbahagia) ketika doa-doa kita tidak jua terkabul?

Seringkali kita berasumsi bila kita mendapat yang diharapkan atau doa kita yang dikabulkan adalah rezeki yang patut disyukuri, sedang yang tidak kita dapatkan berarti bukan rezeki kita. 

Tapi bagaimana jika hati yang tetap bersabar, upaya berulang kali tidak merutuki apa yang terjadi, juga menahan diri dari komentar orang yang menyakitkan hati adalah bentuk rezeki lain yang patut kita syukuri? Bagaimana jika semua hal berat yang kita rasakan, kekecewaan, kesedihan dan kehilangan ternyata menuntun kita pada rezeki kesabaran dan kesyukuran sebagai hadiahnya?

Karena boleh jadi bila semua doa dikabulkan dan kita mendapat semua yang kita inginkan, kita tidak akan menyadari banyak hal lain yang juga patutnya disyukuri. Hal-hal kecil yang seringkali terlewat karena dianggap biasa di kehidupan sehari-hari. Boleh jadi begitu kan?


***
Unggahan hari ke-15 #30haribercerita