Senin, 06 Agustus 2012

3428 mdpl part 2: di Pos 2, kami memutuskan...


Udara malam Purwokerto menyambut kami  *tsaahh...  Jalanan di seputaran Rumah Sakit Margono tampak lengang. Padahal jam baru menunjukkan pukul 10 malam. Setelah mengirim sms pemberitahuan akan kedatangan kami ke Mas Hono *haish*, kami pun menunggu dijemput.

Tidak berapa lama akhirnya muncul sosok Mas Hono. Disusul seorang kawannya. Mas Arifin. Aku pun berkenalan dengan keduanya. Karena aku memang belum mengenal satupun diantara mereka. Berbeda dengan Kak Eva yang sudah mengenal Mas Hono lebih dulu.

Tanpa banyak berbasa-basi, kami pun beranjak menuju rumah kontrakan mereka. Rumah yang dikontrak beramai-ramai selama menjalani PKPA di Purwokerto. Kami berdua dipinjami sebuah kamar sendiri. Agenda malam ini hanya istirahat. Mempersiapkan fisik untuk pendakian esok harinya.

Rabu, 16 Mei 2012

Pagi sampai siang hanya kami [aku dan Kak Eva.red] habiskan dengan berkeliaran di seputar rumah kontrakan [baca: jalan cari makan], berguling-guling di kasur sambil menonton tivi, memonopoli rumah kontrakan hehe. Karena si empunya kontrakan sedang keluar semua. Praktek di Rumah Sakit. Waktu berjalan begitu lambat rasanya. Bosan.

Ba’da zuhur Mas Hono dan Mas Arifin akhirnya pulang *ahaayy.. Setelah sholat zuhur dan final packing, kami pun berangkat menuju basecamp Bambangan, Purbalingga. Dibutuhkan waktu kira-kira 2 jam perjalanan dari Purwokerto dengan menggunakan motor. Melintasi kota Purbalingga, hutan, juga perkebunan strawberry. Udara dingin mulai terasa :D

Menjelang ashar, kami pun menjejak basecamp Bambangan. Dan bahkan dari basecamp ini, kabut sudah membuat kami tidak dapat melihat pemandangan dengan jelas. Semoga diatas sana kabut tidak terlalu tebal, doaku dalam hati. Setelah meluruskan punggung dan kaki setelah 2 jam duduk di atas motor, kami pun mulai persiapan pendakian. Administrasi alias pendaftaran pendakian,  minum minuman berenergi *Kak Eva suka ternyata :p*, pemanasan [dengan judul : bikin sendiri gaya loe :p], dan sholat ashar. Nah, sudah lengkap semua persiapannya. Berangkaattt!!!


Melewati gapura Bambangan, kami disuguhi pemandangan perkebunan sayur milik penduduk sekitar. Terlihat beberapa petani yang masih sibuk di kebun. Setelah habis perkebunan, kami mulai memasuki daerah hutan. Dengan pohon-pohon tinggi yang mendominasi pemandangan, perjalanan ini mulai terasa seru. Beberapa lama setelah memasuki area hutan, kami tiba di sebuah padang kecil yang indah [lebih mirip dengan lapangan sih]. Dengan dikelilingi pepohonan yang rimbun dan semburat langit sore yang syahdu *haiss :p*, membuat padang mini ini semakin cantik. Dan poto-potolah kami disana sambil melepas lelah :D. Awalnya kupikir padang ini adalah pos 1. Namun ternyata bukan kawan. Pos 1 masih berada nun diatas sana.


boleh lah ya narsis dikit di blog sendiri. perhatikan padang mininya saja :p

 Dari padang mini rute sudah lebih sering menanjak. Kami sampai di Pos 1 saat matahari sudah mulai tenggelam. Azan magrib pun berkumandang [masih kedengeran samar-samar.Alhamdulillah :)]. Di Pos 1 terdapat bangunan kecil, sering disebut Bedeng. Dari 9 pos Gunung Slamet, hanya 3 pos yang memiliki bedeng yakni Pos 1, Pos 5 dan Pos 7.


 Dengan bertayamum, kami pun melaksanakan kewajiban sholat maghrib. Setelah sholat, kami beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan. Menatap indahnya langit senja menjelang malam sambil makan coklat itu romantis *tsaahh...

Kurang lebih jam 7 malam kami melanjutkan perjalanan menuju Pos 2. Kondisi Kak Eva mulai terlihat kurang baik. Paracetamol yang diminum sepertinya tidak membantu banyak. Aku mulai khawatir.

1,5 jam perjalanan menuju Pos 2. Tidak ada perkembangan atas kondisi Kak Eva. Kami memutuskan masak makan malam dan mendirikan tenda di Pos 2. 


 Kami terlalu sibuk memasak mie, membuat api, dan memasang tenda. Sehingga belum ada keputusan tentang apa rencana kami selanjutnya. Lanjut pendakian atau bermalam di Pos 2. Makan malam sudah siap [mie instan yang entah rasanya :p], api sudah berkobar-kobar *lebay*, tenda pun sudah berdiri. Kami harus memaksa-maksa Kak Eva supaya mau makan dan istirahat di tenda.

Karena belum ada kejelasan tentang rencana selanjutnya, aku memutuskan ikut berbaring di tenda bareng Kak Eva. Mas Hono dan Mas Arifin terdengar berbincang di luar tenda. Beberapa waktu kemudian mereka memanggilku. Nah, keputusan akan segera dibuat.

Pertanyaan pertama yang diajukan kepadaku begitu keluar tenda adalah : Kiki kepengen muncak? Dengan mantap aku anggukkan kepala. Sudah sampai sini. Aku ingin lanjut sampai puncak. Dan kami pun berunding tentang siapa yang akan muncak bersamaku dan siapa yang akan tinggal menjaga Kak Eva. Kami bertiga tahu sama tahu, kami semua ingin muncak. Dan setelah melalui berbagai pertimbangan, kami pun membuat keputusan. Aku dan Mas Arifin meneruskan perjalanan, Mas Hono tinggal di Pos 2 bersama Kak Eva.

Persiapan pun dimulai. Mas Arifin membongkar muatan carrierku. Meninggalkan barang yang tidak terlalu diperlukan. Hanya membawa barang-barang terpenting. Pelajaran paling utama saat packing. Memastikan alat penerangan yang akan kami bawa, sleeping bag, mantel untuk jaga-jaga bila hujan turun serta makanan dan minuman seperlunya. Lumayan lah. Beban menjadi tidak seberat saat pertama berangkat tadi.

Jam menunjukkan pukul 10 malam. Kami berdoa. Untuk puncak Slamet. Untuk kelancaran pendakian. Untuk kesehatan. Dan untuk keselamatan... Aku dan Mas Arifin berjabat tangan. Layaknya berikrar. Mengukuhkan hati. Memantapkan langkah. Menjaga api semangat juga keberanian dalam hati kami agar tetap menyala. Dan kamipun melanjutkan perjalanan...

bersambung 3428 mdpl part 3: dari Pos 2 hingga Pos 9

Sabtu, 04 Agustus 2012

3428 mdpl part 1 : Oh Efisiensi, Oh Purwokerto :D


Butuh beberapa perjalanan lain, butuh ratusan kata selingan, butuh berlapis-lapis rindu, dan butuh bercangkir-cangkir kopi untuk akhirnya menemukan  mood menulis [bilang aja males nulis Ki :p]

Ajakan yang mengejutkan dari Kak Eva mengawali kisah ini *eleee...
Pendakian Gunung Slamet. Begitulah inti dari ajakannya. Tidak terbayang sebelumnya akan kesana. Setidaknya belum. Mengingat pengalamanku yang masih sangat minim. Dan mendengar reputasi Gunung Slamet yang WOW. Namun setelah melewati berbagai  pertimbangan, akhirnya aku iyakan juga ajakan mendaki Gunung Slamet *halah



 Gunung Slamet, gunung tertinggi di Jawa Tengah sekaligus tertinggi kedua di Jawa setelah Gunung Semeru berada di ketinggian 3428 mdpl. Gunung ini terletak di perbatasan antara Kabupaten Brebes, Banyumas, Tegal, Purbalingga dan Pemalang. Ada beberapa jalur pendakian yang dapat dipilih. Antara lain Bambangan, Baturraden, dan Guci.

Dari Jogjakarta, aku dan Kak Eva harus ke Purwokerto lebih dahulu. Berkumpul dengan kawan yang lain. Dan setelah bertanya-tanya  kepada teman-teman dari Purwokerto, diputuskan transportasi yang dirasa paling nyaman adalah naik bis Efisiensi.

Selasa, 15 Mei 2012

Hari itu, sepulang kerja aku mengecek ulang semua keperluan yang akan kubawa untuk kemudian dimasukkan ke carrier. Packing. Setelah sholat ashar, berangkatlah aku dengan carrier yang berat dan menggembung. Masih pake nenteng perkakas pula. Teflon. Ya, wajan teflon yang merupakan request dari Mas Hono –calon kawan pendakianku nanti . Yak-ampun...mau buat apa pula ini teflon, pikirku. Tapi ya sudahlah, berharap mereka akan membuatkan menu istimewa di gunung nanti, kubawa dengan sepenuh hati teflon Ibu :D

Bismillah. Menuju agen travel bis Efisiensi. Beli tiket. Jam keberangkatan 16.30. Sip!

Tiket sudah ditangan. Meluncur ke kos Kak Eva. Setelah drama membandingkan berat masing-masing carrier kami *gakpenting :p*, kami pun berjalan menuju agen kecil bis Efisiensi yang berada dekat dengan kos Kak Eva. Meski jaraknya dekat tapi lumayan juga ternyata. Dengan carrier yang segede gambreng *lebay* disertai teflon terikat di bagian samping tas, nenteng helm pula. Tapi tak apalah, itung-itung buat pemanasan sebelum pendakian yang sebenarnya. Hap-hap! Sampailah kami di agen yang dimaksud. Bertanya kepada mbak-mbak yang bertugas dan katanya shuttle-nya belum datang. Meskipun tidak terlalu mengerti dengan shuttle yang dimaksud, aku mengangguk-angguk saja. Berlagak mengerti :p

Jam menunjukkan pukul setengah 5 lebih. Dan tidak berapa lama, shuttle yang disebut mbak-mbak itu datang. Naiklah kami berdua. Ah, santai. Tidak penuh. Hanya ada 3 penumpang termasuk aku dan Kak Eva waktu itu. Kami berdua sempat heran awalnya kenapa bis ini penumpangnya cuma sedikit. Tapi kemudian cuek saja. Yang penting sampai Purwokerto.

Shuttle ini menuju agen besar tempat aku beli tiket tadi. Dan kami pun diminta turun. Eh?kok turun sih. Ganti bis, kata pak supir. Oh..aku manggut-manggut lagi. Turun dari shuttle aku menuju kantor agen. Sekedar mengkonfirmasi tiket sih niat awalnya. Tapi kemudian kata mbak-mbak yang melayani penjualan tiket, bis kami sudah berangkat. What??? Jadi 16.30 itu berangkat dari agen besar. Bukan agen kecil. Agen kecil hanya mempermudah bagi penumpang yang berada jauh dari agen besar. Oh-no! Tapi kemudian si mbak-mbak menawarkan solusi. Kami akan diikutkan di bis yang berangkat berikutnya. Bis terakhir. Jam 17.30. Alhamdulillah...

Inilah akibat tidak kreatifnya aku bertanya sebelum membeli tiket :o. Keluar dari kantor agen aku menjelaskan permasalahannya ke Kak Eva. Yang kemudian berujung pada tawa-tawa gak jelas. Menertawai kebodohan kami sendiri :p

Tak berapa lama bis kami datang juga. Legaa.. kami pun buru-buru masuk bis. Khawatir akan tertinggal lagi :p. Pukul 18.00 bis besar Efisiensi pun meluncur meninggalkan Jogjakarta. Purwokerto, kami datang :D

Mas Hono yang memang sedang PKPA di Purwokerto, sudah berpesan pada kami supaya turun di depan Rumah Sakit MARGONO. Oke! Kami ingat baik-baik. Rumah Sakit MARGONO.
Sore bergulir. Diganti malam. Jam pun terus berputar. Dan 4 jam pun berlalu. Akhirnya sampailah kami di kota tujuan. Purwokerto, selamat malam :)

bersambung... 3428 mdpl part 2 : di Pos 2, kami memutuskan..

Minggu, 29 Juli 2012

dalam diam



kepadanya bibirku terdiam dan mulutku berucap
di waktu yang bersamaan
kepada hatinya aku tersenyum dan berduka
dalam satu rasa
kepada sosoknya aku menjatuhkan hati dan mereka-reka, menerka
untuk sebuah asa
namun aral bernama jarak itu terlalu lebar membentang
menenggelamkannya dalam batas yang tak kuduga
menggenapi asa yang berujung pada sia belaka
maka masihkah aku mampu mencintainya dalam diam??

Minggu, 22 Juli 2012

aku suka. itu saja.

Hari pertama puasaku Ramadhan tahun ini, Jumat 20 Juli 2012 dibuka dengan hal yang manis sekali :)
Pagi-pagi, buka FB ---> Windri Fitria added a photo of you ---> klik. Voila!

terimakasih untuk selalu ada, untuk ketulusan dan kebaikan yang nyata.
love you my sister - with Rizki Fajar Rahayu at Gunung Rinjani, Lombok 
















Senyumku langsung terkembang. Fotonya, narasinya, perjuangan untuk menuliskannya, semua begitu istimewa.
Aku suka foto dan narasinya. Semuanya. Aku suka. Itu saja.

Teh Windri, Teteh istimewa. Sudah. Itu saja :)

Rabu, 18 Juli 2012

rindu #4: lelah merindu




Berhenti menyalahkanku rindu
Karena aku pun tak tahu
Berhenti mengejar bayangku rindu
Karena sekarang kau menjadi tabu
Dan terbuat dari apakah kau rindu?
Karena aku ingin menghancurkanmu menjadi debu

Selasa, 10 Juli 2012

hari ini, 2 tahun lalu

Sore ini tiba-tiba saja aku tersentak oleh sesuatu. Hari ini tanggal 10 Juli. Berarti tepat 2 tahun yang lalu. Ya, 2 tahun yang lalu, pendakian pertamaku :)

Dan sebelum tanggal berganti menjadi 11 Juli, aku ingin menuliskan ini.. Hari ini, 2 tahun lalu..

Berawal dari pesan singkat yang dikirimkan oleh Wahyu -teman SMP yang terhitung masih kerabatku malam itu. Jumat malam. Tiba-tiba saja dia mengajakku naik gunung malam Minggu. Aku kaget. Aku memang sempat mengutarakan keinginanku naik gunung kepada Wahyu. Tapi tidak menyangka akan mendapat ajakan mendadak seperti itu. Dan karena aku memang penasaran, aku iyakan saja ajakannya. Nekat :D

Hari H. Sabtu, 10 Juli 2010
Sore itu hujan mengguyur kota Jogja. Hujan kadang masih turun di awal musim kemarau waktu itu. Rencana pendakian terancam batal, pikirku. Namun menjelang maghrib hujan berhenti. Masih ada rasa pesimis. Tapi Wahyu bilang tetap berangkat. Yatta! :D

Setelah menunggui Wahyu packing, aku dan Wahyu pun berangkat menuju rumah salah seorang kawannya yang akan ikut mendaki. Latif. Sesampainya disana, kami pun bertemu si tuan rumah dan satu orang kawan mereka lagi, Ryan. Ya, kami akan mendaki Merapi berempat :). Menatap barang bawaan mereka, minderlah aku. Ahaha..apa pula ini yang kubawa. Tak ada apa-apa di ransel kecilku :p

Setelah semua siap, berangkatlah rombongan kecil kami. Mampir sebentar di swalayan untuk melengkapi kebutuhan logistik. Dan kami pun melaju menembus malam menuju basecamp. Kurang lebih jam 10 malam kami sampai di basecamp, Selo. Dingin. Brrr...

Pukul 22.30 kami memulai pendakian. Naik, naik, naik. Berhenti beberapa kali. Atur nafas. Minum. Juga menikmati langit malam penuh bintang. Dan hey, banyak bintang jatuh. Wow!

Berbekal senter aku menapaki track pendakian. Rute yang bisa dibilang terjal -apalagi olehku yang notabene pertama kali mendaki-, kanan hutan-kiri jurang, gelap, ditambah lagi angin yang berhembus kencang. Benar-benar pengalaman pertama yang menakjubkan.

Setelah kurang lebih 4,5 jam berjalan, kami memutuskan untuk bermalam. Jangan bayangkan kami tidur di tenda. Karena kami memang tidak membawa tenda. Kami memilih tempat yang terlindung. Dan menurut Wahyu dkk tempat terlindung itu hanyalah sebuah area sempit diapit batu besar dan semak belukar. Berharap akan sedikit hangat di tempat itu, kami menggelar sleeping bag. Emm..dan aku tidak membawa sleeping bag. Hehe.. Nampaknya Wahyu kasihan melihatku menggigil kedinginan. Dan dia memberikan sleeping bag-nya padaku. Itu hal yang benar-benar manis :)

Kami sepakat untuk bangun jam 4 pagi. Dengan niat awal bisa melihat sunrise di puncak. Tapi rencana tinggal rencana hihi. Kami bangun jam 6 pagi. Aku, Wahyu dan Latif bersiap menanti sunrise. Sedangkan Ryan masih tetap bergelung di hangatnya sleeping bag. Tidak heran, itu sudah kali banyaknya mendaki Merapi. Jadi kurasa dia sudah hafal luar kepala bagaimana situasi disana. Udara pagi itu sangat dingin. Terdingin dari yang pernah aku rasakan di tempatku tinggal. Gigiku tak henti bergemelutuk. Tapi udara sedingin itu tak ada artinya ketika aku menatap langit pagi hari itu..

sunrise pertamaku di gunung :)
Itu kali pertama aku menatap sunrise dari tempat setinggi gunung. Rasanya gimanaaa gitu.. Sesuatu lah :p. Setelah puas menatap sunrise pertamaku di gunung, kami pun masak bersama. Makan bersama dengan diiringi lagu campursari dari HP Latif. Oh-oh. Aku baru tahu, mereka suka mendengarkan lagu-lagu Didi Kempot dan sebangsanya :))

Pukul 8 pagi. Minggu, 11 Juli 2010

Setelah packing ulang kami melanjutkan perjalanan menuju puncak. Naik dan naik lagi. Dan sampailah kami di sebuah puncak. Bukan, bukan puncak Merapi. Hanya puncak kecil sebelum menuju Pasar Bubrah. Lebih familier dengan istilah Puncak Prasasti. Mungkin karena disana terdapat monumen/prasasti peringatan akan meninggalnya salah seorang pecinta alam di Merapi.
puncak prasasti

Dari Puncak Prasasti kami harus turun ke Pasar Bubrah. Aku pun tak tahu kenapa dinamai seperti itu. Dan dari Pasar Bubrah itulah pendakian ke puncak dimulai. Sepanjang mata memandang, hanya tampak batu dan pasir. Harus memilih dengan hati-hati mana batu yang dapat dipijak. Berulang-ulang terperosot lagi ke bawah.
track berupa batu dan pasir
Lelah menyerang. Bosan pun datang. Kenapa tidak jua sampai? Rasanya pengen turun lagi saja. Tapi berkali-kali Ryan memberikan semangat. Sebentar lagi katanya. Baiklah, aku mendaki dan terus mendaki. Sebelum mencapai puncak, kami melewati sebuah kawah besar. Kawah mati namanya. Dan bagaimana manusia bisa begitu menyombongkan diri. Bahkan di satu bagian gunung pun, manusia hanya sekecil ini. Astagfirulloh...

kawah mati
Pendakian terus berlanjut. Tertatih-tatih menelusuri batu-batu dan pasir. Naik dan naik lagi. Berteman ucapan "sebentar lagi" dari Ryan membuatku bertahan. Dan akhirnya.... Puncak Merapi :D
Aku sampai di puncak. Benar-benar berada di puncak. Puncak Merapi. Tidak tergambar bagaimana rasaku saat itu. Antara bahagia, puas, lelah, takjub jadi satu. Perjalanan ini benar-benar luar biasa :D

puncak merapi
Kurang lebih setengah jam kami habiskan di puncak. Memandangi birunya langit, gumpalan awan yang berarak, juga gunung-gunung lain dari puncak Merapi. Indah sekali. Tak tergambarkan. Tak terungkapkan.

Pukul 10.30 kami turun. Dan ternyata turun gunung itu lebih melelahkan daripada mendakinya. Karena beban tubuh terhadap lutut lebih besar daripada saat kita bergerak naik. Berkali-kali terpeleset dan terjatuh. Sempat merasa kesal sendiri. Tapi mereka tetap sabar mendampingi pemula macam aku ini sampai basecamp :)

Perjalanan ini sungguh luar biasa. Sebuah perjalanan yang sarat akan pembelajaran. Keberanian, keteguhan hati, kerja keras, setia kawan dan kesabaran :)

bareng Wahyu
bareng Ryan



















bareng Latif
Sayang sekali tidak ada foto berempat. Tapi tak apalah. Begini pun sudah cukup.

Terima kasih buat Wahyu, Ryan, juga Latif yang sudah mengenalkanku pada indahnya gunung. Yang membuatku jatuh cinta pada gunung, membuatku mengerti makna penting dalam pendakian, juga yang membuatku lebih mencintai negeri ini.

Terima kasih Merapi. Terima kasih Indonesia.

semarang #2: Lawangsewu-KotaLama-SimpangLima

Rencana awal ngetrip ke Semarang adalah seperti ini: malam Minggu ke Lawangsewu, Minggu pagi sampai siang berkeliling ke KotaLama dan Simpang Lima, siang menjelang sore balik lagi ke Jogja.

Tapi karena sampai Semarang sudah menjelang malam, maka rencana diubah. Malam hanya akan berputar-putar keliling kota Semarang. Setelah rehat sejenak dan mandi, meluncurlah kami dengan niat putar-putar Semarang. Melewati area bunderan Tugu Muda dan Lawangsewu. Namun ekor mataku menangkap gerbang Lawangsewu masih buka. Yatta! Langsung minta belokkan motor ke parkiran Lawangsewu :D

Melangkah dengan gembira ke arah gerbang Lawangsewu. Lapor sebentar sama pak satpam yang menjaga gerbang. Dengan membayar 10.000 rupiah kami pun sudah bisa masuk Lawangsewu. Bila ingin menggunakan jasa guide, maka dikenakan tambahan biaya 30.000 rupiah untuk satu rombongan. Dan kebetulan ada 2 rombongan kecil yang ingin bergabung dengan kami. Jadilah 3 rombongan kecil membentuk 1 rombongan besar mengelilingi Lawangsewu.

Memasuki pelataran Lawangsewu, kami disuguhi pemandangan bangunan peninggalan Belanda yang tinggi dengan pintu-pintu dan jendela-jendela yang super besar.


Lampu-lampu sorot kecil yang dipasang disana membuat Lawangsewu terlihat semakin eksotis di malam hari. Memasuki halaman tengah Lawangsewu, kami disuguhi pemandangan yang wow :D. Kata sang guide, disini salah satu spot favorit pengunjung untuk berfoto.


Sedikit sulit untuk berfoto disana saat malam hari karena cahaya yang sangat minim. Dari halaman tengah kami melanjutkan tour singkat mengelilingi Lawangsewu. Guide kami sempat menjelaskan sejarah Lawangsewu. Bangunan ini ternyata dulunya adalah Kantor Pusat Perusahan Kereta Api Swasta NIS. Dan dilengkapi pula dengan ruang bawah tanah yang berfungsi sebagai pendingin ruangan.

Kami pun meneruskan perjalanan sembari mendengarkan penjelasan dari sang guide. Melewati lorong-lorong panjang dengan puluhan bahkan ratusan pintu yang terbuka. Karena banyaknya pintu itulah maka bangunan ini kemudian disebut Lawangsewu [ Lawang=pintu ; Sewu=seribu ]. Sebenarnya jumlah pintu disana tidak sampai seribu buah. Hanya saja bila daun pintu dan jendela dihitung maka akan didapat angka mencapai 1300-an. Mengingat satu pintu bisa terdiri dari 4 daun pintu.
salah satu lorong di Lawangsewu

Setelah puas berkeliling, kami mendapat tawaran untuk melanjutkan tour ke area bawah tanah Lawangsewu. Tanpa ba-bi-bu lagi, aku langsung menerima tawaran itu. Namun 2 rombongan kecil yang lain tidak. Jadilah hanya kami yang turun ke bawah. Dengan membayar biaya tambahan 10.000 rupiah kami mendapat fasilitas senter dan sepatu boot. Dan 20.000 lagi untuk biaya guide-nya.

Menuruni anak tangga yang terbuat dari kayu, kami pun memasuki ruang bawah tanah Lawangsewu yang tergenang air. Thats why we have to use boots. Ruang bawah tanah ini sebenarnya dibangun Belanda sebagai pendingin ruangan. Namun pada masa penjajahan Jepang, ruang bawah tanah Lawangsewu berubah fungsi menjadi ruang penyiksaan bagi pejuang Indonesia.

Merinding rasanya mendengar penjelasan guide tentang beragam cara penyiksaan yang dilakukan oleh Jepang terhadap para pejuang kita. Berbagai ruangan diciptakan untuk beragam penyiksaan. Ada sel jongkok dimana para tawanan dipaksa berada dalam posisi jongkok dan dibiarkan berada dalam genangan air tanpa makanan. Maka tidak butuh waktu lama bagi para tawanan untuk dapat bertahan hidup. Mereka akan meninggal karena kelaparan dan kedinginan. Kejam.

sel jongkok 
Selain sel jongkok terdapat pula sel berdiri. Di sel ini beberapa orang dimasukkan sekaligus. Ruang yang sempit membuat orang-orang yang berada di dalamnya selain berdesakan juga kekurangan oksigen. Dengan kaki yang terendam air, penderitaan mereka lengkaplah sudah.

sel berdiri

Beragam cara digunakan Jepang untuk menyiksa pejuang kita. Selain sel jongkok, sel berdiri ada pula yang dipenggal di meja. Masih terdapat sisa-sisa kaki meja untuk pemenggalan di ruang bawah tanah Lawangsewu. Namun sayang mejanya sudah tak ada.

Dan kurang beruntung buatku, karena setelah memotret sel berdiri ini, kameraku jatuh. Karena ruang bawah tanah terendam air, jadilah kameranya juga basah :'( . Mati seketika..huhu

Petualangan di Lawangsewu pun sampai pada ujungnya. Dan tepat saat kami keluar, Lawangsewu pun beranjak tutup. Puas. Akhirnya tercapai sudah cita-cita masuk Lawangsewu :p. Dan ternyata berkeliling Lawangsewu membuat lapar. Kami pun memutuskan untuk makan di seputaran kampus Undip. Acara malam pun dilanjut dengan menikmati coklat panas sembari menikmati kota Semarang malam hari di cafe Ndhelik yang saat itu tengah menayangkan pertandingan Euro antara Spanyol melawan Perancis.

Minggu, 24 Juni 2012

Pagi menjelang siang kami menghabiskan waktu di KotaLama dan kawasan Simpang Lima. KotaLama didominasi bangunan-bangunan peninggalan Belanda yang khas. Terdapat Gereja Blendhuk yang terkenal disana.
Gereja Blendhuk di hari ke-24 bulan Juni
kawasan Kota Lama

Kami juga sempat menikmati es duren yang enak sekali di sebelah Gereja Blendhuk :D. Setelah puas menatap Gereja Blendhuk dari dekat dan menikmati es duren yang mengenyangkan, kami beranjak menuju kawasan Simpang Lima.

Kawasan Simpang Lima sebenarnya hanyalah jalan raya besar dengan 5 cabang dengan sebuah alun-alun atau lapangan di tengahnya. Namun entah mengapa memiliki daya tarik tersendiri. Kawasan ini selalu ramai karena memang merupakan salah satu jalan utama di Semarang. Pun banyak mall berdiri di seputaran Simpang Lima.

Parkir di pinggir jalan kemudian berjalan memutari lapangan Simpang Lima itu sesuatu sekali. Hehe.

gapura memasuki kawasan Simpang Lima

pepotoan di alun-alun Simpang Lima :p
Dan inilah akhir petualanganku di kota Semarang. Kota yang modern, sibuk, panas, tapi juga menyimpan beragam pesona. Masih ada beberapa tempat sebenarnya yang ingin aku kunjungi. Mungkin lain kali.