Jumat, 24 Agustus 2012

dalam diam #2




diamlah..
jangan menghalangi pandanganku
sebab aku takut cahaya akan mengambil bayangnya dari sudut mataku

diamlah..
bicaralah dengan berbisik saja
sebab aku takut angin akan terlalu kencang dan mengaburkan suaranya dari telingaku

diamlah..
berjalanlah dengan sangat perlahan
sebab aku takut pasir akan menghapus jejaknya, hingga aku tak sanggup lagi menyamai langkahnya

diamlah..
sebab dia terlalu terang
sebab dia terlalu tinggi
sebab dia melangkah terlalu cepat

diamlah..
sebab dengan begitu aku akan mampu memandangnya, tak sekedar abu-abu
sebab dengan begitu aku akan sanggup mendengar suaranya, tak sekedar bisu
sebab dengan begitu aku bisa berjalan disampingnya
dan tak sekedar melihatnya berlalu..

Senin, 20 Agustus 2012

Tuhan Sang Penentu

bukankah tiada usaha yang sia-sia?
pun sebuah penantian akan sampai pada ujungnya
dan yang wajib dilakukan anak manusia hanyalah berusaha sekuat ia bisa
setelah itu, biar Tuhan yang menentukan akhirnya...


Jumat, 10 Agustus 2012

3428 mdpl part 3: dari Pos 2 hingga Pos 9


Kami berjalan menembus dinginnya malam di Gunung Slamet. Sejak dari Pos 1, track yang kami lalui terus dan terus menanjak. Sedikit sekali kami temui ‘bonus’ alias tanah datar. Dengan bantuan sinar head-lamp [dipinjami Mas Hono, senterku tidak terlalu terang sih :p], aku berjalan di depan menyusuri jalan setapak di pekatnya malam. Mas Arifin berjalan di belakangku. Sesekali kami berhenti untuk istirahat. Atau sekedar menandai pohon yang kami lewati. Ini kami lakukan untuk berjaga-jaga saja. Menghindari resiko tersesat. Mengingat reputasi Gunung Slamet yang ‘katanya’ sering membuat banyak pendaki tersesat. Lega rasanya ketika menjumpai bendera kecil yang diikat di ranting pohon di jalan yang kami lalui. Itu tandanya kami tidak tersesat :). Kami tidak pernah berhenti terlalu lama. Malam semakin pekat dan dingin semakin menyengat. Kami harus berlomba dengan waktu sekaligus berusaha me-manage energi kami sendiri. Dengan tujuan ingin segera sampai agar tidak meninggalkan kawan di Pos 2 terlalu lama.

jalur pos 2 menuju pos 3, diambil siang hari saat turun gunung

1 jam berjalan akhirnya plakat kecil Pos 3 terlihat. Pondok Cemara istilahnya. Alhamdulillah... Semangat kami menyala lagi. Berjalan lagi untuk mencapai Pos 4. Rute yang kami lalui memang istimewa. Hanya ada tanjakan yang sepertinya tiada henti. Beruntung tanah hutan yang kami pijak. Bukannya pasir. Atau lebih tepatnya ‘belum’ pasir.


Kurang dari satu jam kami mencapai Pos 4. Pondok Samarantu. Bisa dibilang kami sangat singkat mampir di pos ini. Aku dan Mas Arifin tidak banyak berbincang. Hanya sekedar memastikan kami masih berada di posisi masing-masing dan masih baik-baik saja :). Dan entah mengapa saat kami berhenti dan berbincang, volume suara kami otomatis mengecil :p. Sepanjang perjalanan dari Pos 4 ke Pos 5 kami menemukan aneka barang milik pendaki lain yang nampaknya terjatuh. Mulai dari matras sampai charger ha-pe. Hihi..



Kamis, 17 Mei 2012

Jam 1 dini hari kami sampai di Pos 5. Salah satu dari 3 pos Gunung Slamet yang memiliki Bedeng. Kami sudah lelah. Dan udara benar-benar dingin malam itu. Kami putuskan istirahat di Pos 5. Semakin dekat dengan bedeng, kami melihat beberapa orang bergelung dalam sleeping bag di bagian luar bedeng. Kami pun mengumumkan barang temuan kami yang langsung disambut ceria oleh mereka. Ternyata mereka si empunya matras. Ahaha..

Setelah ditelusur, beberapa orang yang kami temui pertama kali itu tidur di luar Bedeng karena Bedeng bagian dalam sudah penuh oleh pendaki yang juga memutuskan istirahat :D. Jadilah aku dan Mas Arifin hanya kebagian daerah luar pojok Bedeng :( . Berseberangan pojok saja dengan si empunya matras-jatuh. Aku pun menggelar sleeping bag. Mencoba memejamkan mata. Mas Arifin tampak masih duduk-duduk. Ah biarlah. Aku harus istirahat walau sejenak, pikirku. Tidur.

Jam 4 aku terbangun. Bukan karena suara kokok ayam pastinya :p. Melainkan karena dinginnya udara. Brrr....dingiiiinnn... Padahal aku sudah memakai 3 jaket. Tapi masih saja menggigil badan ini :o . Mas Arifin sudah mulai membuat kopi. Niatnya mau makan-makan apalah gitu. Tapi mendadak saja kami tercengang. Nampaknya kami terlalu buru-buru di Pos 2 tadi. Makanan yang kami bawa benar-benar minim. Hanya ada satu bungkus sari roti yang sudah kempes karena kegencet muatan lain dalam carrier dan oreo besar yang isinya tinggal separuh. Selebihnya hanya coklat-coklat berukuran kecil. Tapi tak apalah. Kami minum kopi panas dan beberapa potong oreo. Azan subuh memang tak terdengar. Tapi kami memperkirakan sudah, jadi ya sholat saja :D.

Setelah mengemasi semua barang kami, kami pun berpamitan dengan rombongan pojok sebelah [mereka padahal niatnya mau jalan jam 2 loh :p]. Melanjutkan perjalanan dalam cuaca sedingin itu membuat tangan dan kaki rasanya kebas. Matahari belum lagi tampak. Fotosintesis belum terjadi. Jadi kami pun harus berebut oksigen dengan semua tanaman yang ada disana *lebay*. Membuat nafas kami tersengal *ini seriusan*. Harus beberapa kali berhenti untuk mengkondisikan diri.

Melintasi Pos 6 yang dinamakan Pondok Syamyang Jampang. Langit sudah mulai sedikit terang. Semburat-semburat merah mulai terlihat. Tapi Mas Arifin melarangku terpana terlalu lama -,-. Lihat dari tempat yang lebih atas, katanya. Iya, baiklah. Rimbunnya pepohonan di kanan-kiri kami membuat pandangan sedikit terhalang. Semburat merah sudah mulai bercampur dengan warna kuning. Menciptakan jingga yang sempurna. Langkah kaki pun dipercepat. Berharap di depan sana ada tanah lapang dan tak terhalang pohon. Jadi kami bisa memandang keajaiban di pagi hari ke-17 di bulan Mei :).

Alhamdulillah Bedeng Pos 7 nampak di depan mata. Di depan Bedeng ada pelataran yang tak terhalang pepohonan. Matahari belum menampakkan diri. Namun kami bersedia menanti. Dan akhirnya...kami, dua anak manusia, di Pos 7 Gunung Slamet, menjadi saksi kemunculan pertama bola api raksasa pagi itu. Begitu indah. Begitu sempurna. Subhanallah... 


Pemandangan pagi itu sungguh luar biasa. Menatap keatas, kami mendapati eksotisnya cakrawala pagi. Dengan gradasi warna langit yang begitu sempurna dengan matahari sebagai fokus utama. Melirik ke bawah, gumpalan awan putih seolah permadani terhampar luas. Pun tampak puncak-puncak gunung lain. Entah itu gunung mana saja. Kami pun kalap. Pepotoan sembarangan. Hahaha.. Rasanya semua ingin difoto. Ingin diabadikan. Semua sudut pagi itu begitu indah. Tak ingin melewatkan sedikitpun semua elemen yang ada disana.











Tapi sekali lagi, kami harus memanfaatkan waktu dengan baik. Dengan berat hati, kami meninggalkan pagi maha indah di Pos 7. Melanjutkan perjalanan. Menghampiri Pos 8, Pos Pondok Syamyang Ketebon. Dengan pagi yang semakin menghangat, kami melangkah mantap. Menelusur jalur yang terus menanjak. Rasa-rasanya tanah datar menjadi semakin jarang saja.

rute dari Pos 7 menuju Pos 8

Langit membiru. Matahari mulai meninggi. Terang. Jalan setapak semakin jelas terlihat. Dan uap-uap udara yang keluar dari hidung dan mulut menghilang :D. Tubuh kami menghangat. Pos 8 pun akhirnya kami lewati sudah.


 Bumi terus berputar. Waktu terus bergulir. Kami terus melangkah. Pepohonan mulai jarang. Menyisakan sedikit pohon dengan batang yang kehitaman, ranting yang tak berdaun. Gersang. Jalan setapak pun tak lagi hanya berupa tanah. Kini sudah bercampur dengan pasir dan kerikil. Semakin keatas semakin sedikit tanahnya. Menyisakan pasir dan kerikil sebagai komponen utama.





Sudah hampir masanya, pikirku. Masa dimana tantangan terbesar menampakkan diri. Masa dimana semangat, kemauan, dan keyakinan akan menjadi energi terbesar untuk melanjutkan pendakian.

Dan kemudian, Pos 9. Pos terakhir. Batas vegetasi Gunung Slamet. Entah apa sebutan untuk pos ini. Plakat yang kami temukan sudah tidak utuh lagi. Patah. Tak terbaca. Mungkin terkena angin kencang.

tampak bayangan pohon terakhir di batas vegetasi

Dan disinilah kami berdiri. Menginjak tanahnya, pasirnya. Merasai udaranya. Meresapi hembusan angin gunung yang sejuk namun membakar.

Dan disinilah kami berdiri. Menatap jauh lurus ke depan. Menatap gundukan berukuran raksasa dengan pasir dan kerikil sebagai komponen utama.

Tak ada tanah hutan yang berwarna coklat gelap. Tak ada akar pepohonan yang melintang. Tak ada ilalang yang dapat disentuh. Tak ada pepohonan yang menaungi. Tak ada apa-apa. Hanya ada kami, langit, udara, pasir dan batu. Itu saja.

Dan perjuangan terberat kami di Gunung Slamet pun dimulai...

bersambung 3428 mdpl part 4 : dua gila menjejak puncak...

Senin, 06 Agustus 2012

3428 mdpl part 2: di Pos 2, kami memutuskan...


Udara malam Purwokerto menyambut kami  *tsaahh...  Jalanan di seputaran Rumah Sakit Margono tampak lengang. Padahal jam baru menunjukkan pukul 10 malam. Setelah mengirim sms pemberitahuan akan kedatangan kami ke Mas Hono *haish*, kami pun menunggu dijemput.

Tidak berapa lama akhirnya muncul sosok Mas Hono. Disusul seorang kawannya. Mas Arifin. Aku pun berkenalan dengan keduanya. Karena aku memang belum mengenal satupun diantara mereka. Berbeda dengan Kak Eva yang sudah mengenal Mas Hono lebih dulu.

Tanpa banyak berbasa-basi, kami pun beranjak menuju rumah kontrakan mereka. Rumah yang dikontrak beramai-ramai selama menjalani PKPA di Purwokerto. Kami berdua dipinjami sebuah kamar sendiri. Agenda malam ini hanya istirahat. Mempersiapkan fisik untuk pendakian esok harinya.

Rabu, 16 Mei 2012

Pagi sampai siang hanya kami [aku dan Kak Eva.red] habiskan dengan berkeliaran di seputar rumah kontrakan [baca: jalan cari makan], berguling-guling di kasur sambil menonton tivi, memonopoli rumah kontrakan hehe. Karena si empunya kontrakan sedang keluar semua. Praktek di Rumah Sakit. Waktu berjalan begitu lambat rasanya. Bosan.

Ba’da zuhur Mas Hono dan Mas Arifin akhirnya pulang *ahaayy.. Setelah sholat zuhur dan final packing, kami pun berangkat menuju basecamp Bambangan, Purbalingga. Dibutuhkan waktu kira-kira 2 jam perjalanan dari Purwokerto dengan menggunakan motor. Melintasi kota Purbalingga, hutan, juga perkebunan strawberry. Udara dingin mulai terasa :D

Menjelang ashar, kami pun menjejak basecamp Bambangan. Dan bahkan dari basecamp ini, kabut sudah membuat kami tidak dapat melihat pemandangan dengan jelas. Semoga diatas sana kabut tidak terlalu tebal, doaku dalam hati. Setelah meluruskan punggung dan kaki setelah 2 jam duduk di atas motor, kami pun mulai persiapan pendakian. Administrasi alias pendaftaran pendakian,  minum minuman berenergi *Kak Eva suka ternyata :p*, pemanasan [dengan judul : bikin sendiri gaya loe :p], dan sholat ashar. Nah, sudah lengkap semua persiapannya. Berangkaattt!!!


Melewati gapura Bambangan, kami disuguhi pemandangan perkebunan sayur milik penduduk sekitar. Terlihat beberapa petani yang masih sibuk di kebun. Setelah habis perkebunan, kami mulai memasuki daerah hutan. Dengan pohon-pohon tinggi yang mendominasi pemandangan, perjalanan ini mulai terasa seru. Beberapa lama setelah memasuki area hutan, kami tiba di sebuah padang kecil yang indah [lebih mirip dengan lapangan sih]. Dengan dikelilingi pepohonan yang rimbun dan semburat langit sore yang syahdu *haiss :p*, membuat padang mini ini semakin cantik. Dan poto-potolah kami disana sambil melepas lelah :D. Awalnya kupikir padang ini adalah pos 1. Namun ternyata bukan kawan. Pos 1 masih berada nun diatas sana.


boleh lah ya narsis dikit di blog sendiri. perhatikan padang mininya saja :p

 Dari padang mini rute sudah lebih sering menanjak. Kami sampai di Pos 1 saat matahari sudah mulai tenggelam. Azan magrib pun berkumandang [masih kedengeran samar-samar.Alhamdulillah :)]. Di Pos 1 terdapat bangunan kecil, sering disebut Bedeng. Dari 9 pos Gunung Slamet, hanya 3 pos yang memiliki bedeng yakni Pos 1, Pos 5 dan Pos 7.


 Dengan bertayamum, kami pun melaksanakan kewajiban sholat maghrib. Setelah sholat, kami beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan. Menatap indahnya langit senja menjelang malam sambil makan coklat itu romantis *tsaahh...

Kurang lebih jam 7 malam kami melanjutkan perjalanan menuju Pos 2. Kondisi Kak Eva mulai terlihat kurang baik. Paracetamol yang diminum sepertinya tidak membantu banyak. Aku mulai khawatir.

1,5 jam perjalanan menuju Pos 2. Tidak ada perkembangan atas kondisi Kak Eva. Kami memutuskan masak makan malam dan mendirikan tenda di Pos 2. 


 Kami terlalu sibuk memasak mie, membuat api, dan memasang tenda. Sehingga belum ada keputusan tentang apa rencana kami selanjutnya. Lanjut pendakian atau bermalam di Pos 2. Makan malam sudah siap [mie instan yang entah rasanya :p], api sudah berkobar-kobar *lebay*, tenda pun sudah berdiri. Kami harus memaksa-maksa Kak Eva supaya mau makan dan istirahat di tenda.

Karena belum ada kejelasan tentang rencana selanjutnya, aku memutuskan ikut berbaring di tenda bareng Kak Eva. Mas Hono dan Mas Arifin terdengar berbincang di luar tenda. Beberapa waktu kemudian mereka memanggilku. Nah, keputusan akan segera dibuat.

Pertanyaan pertama yang diajukan kepadaku begitu keluar tenda adalah : Kiki kepengen muncak? Dengan mantap aku anggukkan kepala. Sudah sampai sini. Aku ingin lanjut sampai puncak. Dan kami pun berunding tentang siapa yang akan muncak bersamaku dan siapa yang akan tinggal menjaga Kak Eva. Kami bertiga tahu sama tahu, kami semua ingin muncak. Dan setelah melalui berbagai pertimbangan, kami pun membuat keputusan. Aku dan Mas Arifin meneruskan perjalanan, Mas Hono tinggal di Pos 2 bersama Kak Eva.

Persiapan pun dimulai. Mas Arifin membongkar muatan carrierku. Meninggalkan barang yang tidak terlalu diperlukan. Hanya membawa barang-barang terpenting. Pelajaran paling utama saat packing. Memastikan alat penerangan yang akan kami bawa, sleeping bag, mantel untuk jaga-jaga bila hujan turun serta makanan dan minuman seperlunya. Lumayan lah. Beban menjadi tidak seberat saat pertama berangkat tadi.

Jam menunjukkan pukul 10 malam. Kami berdoa. Untuk puncak Slamet. Untuk kelancaran pendakian. Untuk kesehatan. Dan untuk keselamatan... Aku dan Mas Arifin berjabat tangan. Layaknya berikrar. Mengukuhkan hati. Memantapkan langkah. Menjaga api semangat juga keberanian dalam hati kami agar tetap menyala. Dan kamipun melanjutkan perjalanan...

bersambung 3428 mdpl part 3: dari Pos 2 hingga Pos 9

Sabtu, 04 Agustus 2012

3428 mdpl part 1 : Oh Efisiensi, Oh Purwokerto :D


Butuh beberapa perjalanan lain, butuh ratusan kata selingan, butuh berlapis-lapis rindu, dan butuh bercangkir-cangkir kopi untuk akhirnya menemukan  mood menulis [bilang aja males nulis Ki :p]

Ajakan yang mengejutkan dari Kak Eva mengawali kisah ini *eleee...
Pendakian Gunung Slamet. Begitulah inti dari ajakannya. Tidak terbayang sebelumnya akan kesana. Setidaknya belum. Mengingat pengalamanku yang masih sangat minim. Dan mendengar reputasi Gunung Slamet yang WOW. Namun setelah melewati berbagai  pertimbangan, akhirnya aku iyakan juga ajakan mendaki Gunung Slamet *halah



 Gunung Slamet, gunung tertinggi di Jawa Tengah sekaligus tertinggi kedua di Jawa setelah Gunung Semeru berada di ketinggian 3428 mdpl. Gunung ini terletak di perbatasan antara Kabupaten Brebes, Banyumas, Tegal, Purbalingga dan Pemalang. Ada beberapa jalur pendakian yang dapat dipilih. Antara lain Bambangan, Baturraden, dan Guci.

Dari Jogjakarta, aku dan Kak Eva harus ke Purwokerto lebih dahulu. Berkumpul dengan kawan yang lain. Dan setelah bertanya-tanya  kepada teman-teman dari Purwokerto, diputuskan transportasi yang dirasa paling nyaman adalah naik bis Efisiensi.

Selasa, 15 Mei 2012

Hari itu, sepulang kerja aku mengecek ulang semua keperluan yang akan kubawa untuk kemudian dimasukkan ke carrier. Packing. Setelah sholat ashar, berangkatlah aku dengan carrier yang berat dan menggembung. Masih pake nenteng perkakas pula. Teflon. Ya, wajan teflon yang merupakan request dari Mas Hono –calon kawan pendakianku nanti . Yak-ampun...mau buat apa pula ini teflon, pikirku. Tapi ya sudahlah, berharap mereka akan membuatkan menu istimewa di gunung nanti, kubawa dengan sepenuh hati teflon Ibu :D

Bismillah. Menuju agen travel bis Efisiensi. Beli tiket. Jam keberangkatan 16.30. Sip!

Tiket sudah ditangan. Meluncur ke kos Kak Eva. Setelah drama membandingkan berat masing-masing carrier kami *gakpenting :p*, kami pun berjalan menuju agen kecil bis Efisiensi yang berada dekat dengan kos Kak Eva. Meski jaraknya dekat tapi lumayan juga ternyata. Dengan carrier yang segede gambreng *lebay* disertai teflon terikat di bagian samping tas, nenteng helm pula. Tapi tak apalah, itung-itung buat pemanasan sebelum pendakian yang sebenarnya. Hap-hap! Sampailah kami di agen yang dimaksud. Bertanya kepada mbak-mbak yang bertugas dan katanya shuttle-nya belum datang. Meskipun tidak terlalu mengerti dengan shuttle yang dimaksud, aku mengangguk-angguk saja. Berlagak mengerti :p

Jam menunjukkan pukul setengah 5 lebih. Dan tidak berapa lama, shuttle yang disebut mbak-mbak itu datang. Naiklah kami berdua. Ah, santai. Tidak penuh. Hanya ada 3 penumpang termasuk aku dan Kak Eva waktu itu. Kami berdua sempat heran awalnya kenapa bis ini penumpangnya cuma sedikit. Tapi kemudian cuek saja. Yang penting sampai Purwokerto.

Shuttle ini menuju agen besar tempat aku beli tiket tadi. Dan kami pun diminta turun. Eh?kok turun sih. Ganti bis, kata pak supir. Oh..aku manggut-manggut lagi. Turun dari shuttle aku menuju kantor agen. Sekedar mengkonfirmasi tiket sih niat awalnya. Tapi kemudian kata mbak-mbak yang melayani penjualan tiket, bis kami sudah berangkat. What??? Jadi 16.30 itu berangkat dari agen besar. Bukan agen kecil. Agen kecil hanya mempermudah bagi penumpang yang berada jauh dari agen besar. Oh-no! Tapi kemudian si mbak-mbak menawarkan solusi. Kami akan diikutkan di bis yang berangkat berikutnya. Bis terakhir. Jam 17.30. Alhamdulillah...

Inilah akibat tidak kreatifnya aku bertanya sebelum membeli tiket :o. Keluar dari kantor agen aku menjelaskan permasalahannya ke Kak Eva. Yang kemudian berujung pada tawa-tawa gak jelas. Menertawai kebodohan kami sendiri :p

Tak berapa lama bis kami datang juga. Legaa.. kami pun buru-buru masuk bis. Khawatir akan tertinggal lagi :p. Pukul 18.00 bis besar Efisiensi pun meluncur meninggalkan Jogjakarta. Purwokerto, kami datang :D

Mas Hono yang memang sedang PKPA di Purwokerto, sudah berpesan pada kami supaya turun di depan Rumah Sakit MARGONO. Oke! Kami ingat baik-baik. Rumah Sakit MARGONO.
Sore bergulir. Diganti malam. Jam pun terus berputar. Dan 4 jam pun berlalu. Akhirnya sampailah kami di kota tujuan. Purwokerto, selamat malam :)

bersambung... 3428 mdpl part 2 : di Pos 2, kami memutuskan..