Tak seperti biasa
Malam tadi
Kelu bibirku mengecap rindu
Luput kusebut namamu dalam doaku
Seperti malam-malam lalu
Mungkin bosan
Mungkin kecewa
Apatis
Mungkinpun kau tiada lagi siapa-siapa
Heran
Dan saat matahari meninggi
Samar kau membayang di antara tirai pukat
Terjerang dijemur keangkuhan usia merapuh
Dirubung lalat pemangsa sisa-sisa
Menghamburkan aroma sesalan
Kau pernah jadi bagianku ternyata!
Kuenyah sekedip di kerjap mata
Kau menghilang tanpa sisa jua
Srengenge telah melingsir ke tepi barat dinawengi
Kutembangkan seleret bait syair kehilangan
Iramanya laras slendro lamat menebar mistik
Kesanmu sirna digiring gemulai lembut penari-penari bedaya
Melarut meniup luka-luka mengeringku
.
Kisah lawas itu telanjur kehilangan makna warna
Meretas berpendar pudar terkikis masa
Pengampunanku habis kandas
Peluh ini kuras
Harapku tuntas
Langkah malam tertatih menyeret waktu
Ketuk lenggok penaripun tak sejurus irama larasnya lagi
Aku menyisir tepian malam menjauh
Pergi dari bising suara-suara
Menepis kuat gamang airmata
Merepih sisi hati menelan liur pahit getir pekat
Tumpah serapahku lepas bersama dengus nafas gemas
Lesakkan tinjuku menohok langit
Kutanggalkan engkau di ujung sabit
Melangkah pergi menyusur dingin pagi
... ... ...
Kutanggalkan engkau di
ujung sabit
Melangkah pergi
menyusur dingin pagi
Pernah.
Aku pernah kau tanggalkan di ujung sabit
Aku pernah tiada lagi siapa-siapa
Pernah.
Tak akan asing untuk kali kedua,
Atau ketiga
Atau keempat
Tak ingat benar sudah
Dan pada kali terakhir, telah kulepas pula apa yang selama
ini erat kugenggam
Tak ada risau, mungkin sedikit
Tapi terbiasa, begitu?
Pun bagimu, kurasa
Pesanku akan sampai jua padamu, bukan?
Kau selalu tahu, seperti yang sudah-sudah
Kutanggalkan engkau di
ujung sabit
Melangkah pergi
menyusur dingin pagi
[29] 2.4