Mereka bilang
kami kembar. Kurasa tidak. Rambutnya hitam berkilau. Seperti ibu. Rambutku coklat.
Tidak seperti ayah ataupun ibu.
Mereka bilang
kami kembar. Kurasa tidak. Matanya hitam cemerlang. Seperti ayah. Mataku coklat.
Mereka bilang
kami kembar. Tapi kurasa tidak. Perangainya lembut sekali. Gemar memasak dan
menanam bunga. Seperti ibu. Aku menyukai olahraga. Tinju.
Mereka bilang
kami serupa benar. Sama-sama pendiam. Kurasa tidak. Tidak sama sekali. Dia sering
bicara. Cerewet sekali. Dia sering bicara pada malam, pada bintang, pada hujan.
Aku tidak.
Mereka bilang
kami kembar. Kurasa tidak. Dia suka menatap pelangi setelah hujan. Aku suka
melihat kecoa gepeng di bawah sandalku.
Mereka bilang
kami kembar. Tidak. Sungguh tidak. Dia begitu girang ketika melihat gaun-gaun
yang dibelikan ibu untuk kami. Dan aku selalu senang menemani ayah membeli alat
pertukangan. Palu, paku, gergaji.
Mereka bilang
kami kembar. Kenapa sih mereka harus selalu mengatakan hal yang sama
berulang-ulang? Dia selalu membayangkan pangeran tampan berkuda putih. Dan aku selalu
membayangkan bagaimana sosok malaikat pencabut nyawa.
Mereka bilang
kami kembar. Dan aku mulai muak. Karena kurasa tidak. Tidak.
Mereka bilang
akhir-akhir ini tingkah kami serupa sekali. Benarkah? Dia menjadi seperti aku? Atau
aku menjadi seperti dia?
Mereka bilang
kami kembar. Aku benar-benar kesal dibuatnya. Tidak. Tidak. Tidak.
Suatu malam
kudatangi dia yang sedang menatap bintang di beranda kamar tidur kami. Dia tersenyum.
Aku tidak. Dia mulai bicara. Aku diam saja. Dia bercerita. Aku mulai kesal. Dia
bersenandung. Aku benar-benar geram. Dia memeluk lenganku, menyandarkan
kepala di pundakku. Rambutnya mengenai wajahku. Wangi sekali. Aku muak. Lalu
kosong. Hitam. Mendadak segalanya berhenti. Tak ada beranda kamar. Tak ada
bintang-bintang. Tak ada dia. Kosong. Kosong. Kosong. Hitam. Hitam. Hitam.
Teriakan ibu
membawaku kembali. Pada beranda kamar. Pada bintang-bintang. Pada dia. Dia. Dia
tergeletak bersimbah darah. Rambutnya yang coklat kusam berantakan sekali. Matanya
yang coklat menatapku kosong. Kosong. Tak bernyawa. Mati.
Mereka bilang
kami kembar. Dan ya, kami kembar. Kami kembar.
![]() |